Sambungan artikel PERTAMA
Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi dalam kitab tafsirnya Maroh Labid mengomentari tentang status Taurat dan Injil:
فالتوراة شريعة للأمة التي كانت من مبعث موسى إلى مبعث عيسى. والإنجيل شريعة من مبعث عيسى إلى مبعث سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم، والقرآن شريعة للموجودين من سائر المخلوقات في زمنه صلى الله عليه وسلم إلى يوم القيامة
“Taurat itu syariat untuk umat nabi Musa sampai diutusnya nabi Isa. Injil itu syariat untuk umat dari nabi Isa sampai diutusnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. Adapun al-Qur’an adalah syariat untuk semua umat manusia sejak zaman Nabi Saw sampai hari Kiamat” (Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi, Maroh Labid,jilid 2, hal. 272). Berarti, orang yang mengaku pengikut Taurat dan Injil, pengakuannya batal dengan datangnya al-Qur’an.
Maka cukup jelas bahwa syarat orang yang mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah Subhanahu Wata’ala adalah harus beriman dan melaksanakan ajaran Nabi Muhammad Shalalallahu ‘Alaihi Wassallam. Artinya harus Muslim. Jika tidak maka amalnya sia-sia.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:
وَٱلَّذِينَ ڪَفَرُوٓاْ أَعۡمَـٰلُهُمۡ كَسَرَابِۭ بِقِيعَةٍ۬ يَحۡسَبُهُ ٱلظَّمۡـَٔانُ مَآءً حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَهُ ۥ لَمۡ يَجِدۡهُ شَيۡـًٔ۬ا وَوَجَدَ ٱللَّهَ عِندَهُ ۥ فَوَفَّٮٰهُ حِسَابَهُ ۥۗ وَٱللَّهُ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ (٣٩)
“Dan orang-orang yang kafir, perbuatan mereka seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi apabila didatanginya tidak ada apa pun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah baginya. Lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan (amal-amal) dengan sempurna, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. An-Nur: 39).
Amal orang-orang kafir seperti fatamorgana yang dilihat dan disangka oleh orang yang tidak tahu sebagai air, mereka mengira amal mereka bermanfaat, dan mereka pun membutuhkannya sebagaimana butuhnya orang yang kehausan terhadap air, sehingga ketika ia mendatangi amalnya pada hari pembalasan, ternyata ia dapatkan dalam keadaan hilang dan tidak memperoleh apa-apa.
Hal ini berarti, amal “baik” orang yang tidak beriman itu tidak membawa manfaat apapun bagi masa depan akhiratnya kelak.
Syarat diterimanya amal sehingga mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah Subhanahu Wata’ala itu harus beriman kepada Allah. Bila ada orang baik kepada sesame manusia tetapi kafir kepada Allah dan Rasul Nya, maka amalnya tertolak, sia-sia.
Karena, dia menentang Allah. Kepada manusia berbuat baik, tetapi kepada Allah berbuat lancang menentangnya. Sejahat-jahat manusia itu yang menentang hukum Allah. Bagaimana logikanya, kepada Sang Pemilik Kekuasaan ia berbuat lancang, tetapi kepada manusia tidak memiliki apa apa-apa berbuat baik.
Karena itu kafir yang beramal sosial, namanya tidak disebut sholeh atau baik. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Athoillah al-Sakandari, ulama sufi kenamaan dalam kitabnya Tajul Arus: “Apa kamu kira berakhlak itu adalah menyapa manusia dengan sopan? Apa kamu kira akhlak itu hormat pada manusia seraya menantang Allah? Tidak. Akhlak yang baik itu menghormati Allah dan hukum-hukumnya serta menjauhi larangan Nya. ”
Jadi, yang namanya berakhlak itu pertama harus sopan kepada Allah. Bagaimana sopan kepada Nya? Yakni dengan taat pada hukum-hukum Allah. Ini namanya beriman. Bila seorang sopan kepada Allah maka ia akan memperlakukan manusia dengan semestinya. Bila ada seorang sopan kepada manusia tetapi lancang kepada Allah dan Rasul Nya, maka sikap sopan nya itu nifaq. Karena itu Allah tdk menerimanya sebagai pahala kelak.*
Penulis adalah dosen INI Dalwa Bangil-Pasuruan