Sedihnya, rompi pelampung tidak memberikan perlindungan seperti yang mereka harapkan, tragedi kemarin menjadi bukti – hampir semua imigran yang mayatnya terdampar masih menggenakan rompi pelampung.

Gambar-gambar dari mayat yang terbaring di pantai mengingatkan pada tragedi lain yang terjadi tahun tahun lalu menewaskan seorang anak berumur 3 tahun bernama Aylan Kurdy dan memantik respon simpati di seluruh dunia, yang memaksa Eropa untuk meninjau ulang pembatasan yang dibebankan pada imigran. [Baca: Kisah Abdullah Kurdi Asal Suriah yang Putranya Ditemukan di Pantai Turki]
Tubuh Kurdy yang sudah tidak bernyawa ditemukan tengkurap di pantai selatan distrik Bedrum September lalu, yang dengan cepat menjadi sebuah simbol buruknya keadaan imigran yang mempertaruhkan apapun agar dapat mencapai pantai-pantai Eropa – meskipun dia bukanlah anak kecil pertama dan terakhir yang tenggelam di laut Aegea.
Seorang anak kecil berumur 2 tahun diketahui sebagai korban pertama yang berasal dari anak-anak diantara para imigran setelah tubuhnya ditemukan pada hari Sabtu menyusul menabraknya sebuah kapal kecil dengan batu karang di lepas pulau Yunani ketika dia dan orang lainnya berjuang dari Turki untuk mencapai Yunani.
Turki dan Yunani berupaya untuk menaungi gelombang pengungsi. Penjaga Pantai secara terus menerus berpatroli di sepanjang garis pesisir untuk mencari pengungsi dan penyelundup, seperti sikap berlawanan Yunani sebelumnya yang berusaha untuk mencegat imigran sebelum mereka mencapai pulau.
Negara-negara di Uni Eropa sedang menghadapi gelombang pengungsi terbesar sejak berakhirnya Perang Dunia II, dan telah memperbesar tekanan-tekanan di perbatasan untuk membatasai arus pengungsi – kendati ini menjadi tamparan bagi persatuan negara benua eropa dimana perbatasan hanya sebagai petunjuk dan penduduk Negara anggota Uni Eropa boleh bepergian bebas antar negara Eropa.
EU mencapai kesepakatan dengan Turki untuk menyediakan dana agar dapat menyelesaikan masalah tersebut.Tetapi kondisi perang dan meningkatnya kemiskinan mungkin akan menambah jumlah imigran yang pergi berbondong-bondong menuju Eropa.
Untuk membatasi gelombang pengungsi yang meningkat, Turki berulang-ulang meminta untuk didirikannya sebuah zona aman di dalam Suriah bagi orang-orang yang kehilangan tempat tinggal mereka. Masyarakat internasional tidak keberatan dengan itu, bagaimanapun juga, dan meningkatnya serangan-serangan udara Rusia yang membunuh warga sipil semakin mengurangi kemungkinan tercapainya rencana itu.*/Nashirul Haq AR