Oleh: Dr Alwi Alatas
Hidayatullah.com | SEJAK awal era Abbasiyah rumah sakit (bīmāristān) muncul dan berkembang di dunia Islam. Pada tulisan sebelum ini telah disebutkan bagaimana bīmāristān pada awalnya muncul di era Hārūn al-Rashīd, termasuk lewat peranan wazirnya Yaḥyā ibn Khālid al-Barmaki.
Pada masa-masa berikutnya, banyak rumah sakit lainnya bermunculan di kota-kota Muslim. Pada penghujung abad ke-9, sebuah bīmāristān dibangun di kota Rayy (Teheran) dimana Muḥammad ibn Zakariyya al-Rāzī (w. 932) ditunjuk sebagai pimpinannya, sebelum ia pindah ke Baghdad. Sebuah bīmāristān lainnya dibangun di tepian timur Sungai Tigris di kota Baghdad oleh Khalifah al-Muᶜtadid (w. 902) (Dunlop, 1986, I/1223).
Dikatakan bahwa al-Rāzī-lah yang telah diminta untuk membangun rumah sakit yang disebutkan terakhir ini. Untuk memilih tempat yang paling ideal bagi membangun rumah sakit tersebut, al-Rāzī menggantung sejumlah daging segar di beberapa tempat yang potensial. Ia kemudian memilih tempat di mana daging paling lambat membusuk sebagai lokasi pembangunan bīmāristān (Tschanz, Maret-April 2017, 23).
Beberapa tahun kemudian, wazir ᶜAlī bin ᶜĪsā (w. 946) mendanai pembangunan sebuah bīmāristān di Distrik Harbiyah di Baghdad pada tahun 302/914. Saᶜīd bin Yaᶜqūb al-Dimashqī, seorang ilmuwan yang juga dikenal sebagai penerjemah, ditunjuk menjadi kepala kesehatan yang membawahi rumah sakit tersebut bersama dengan beberapa rumah sakit lainnya di Baghdad, Makkah, dan Madinah.
Posisi al-Dimashqī sebagai kepala kesehatan tampaknya digantikan beberapa tahun kemudian oleh Sinān bin Thābit (w. 942), yang membangun Bīmāristān al-Sayyidah di Baghdad pada tahun 306/918. Pada era ini, ᶜAlī bin ᶜĪsā meminta agar para dokter dikirim setiap harinya ke penjara-penjara yang ada untuk memastikan kesehatan para tawanan (Dunlop, 1986, I/1223).
Sang wazir memberi arahan kepada si kepala kesehatan melalui sebuah surat:
“Saya sangat khawatir berkenaan dengan para narapidana. Dengan jumlah mereka yang banyak serta keadaan penjara-penjara, tentu ada banyak yang sakit di antara mereka. Karena itu, saya berpendapat bahwa mereka memerlukan dokter-dokter yang dapat memeriksa mereka setiap hari dan memberikan kepada mereka, jika diperlukan, obat-obatan dan herbal. Dokter-dokter itu harus mengunjungi semua penjara dan merawat para narapidana yang sakit di sana” (Tschanz, Maret-April 2017, 24).
Pada perempat pertama abad ke-10 itu juga dibangun beberapa rumah sakit lainnya di Baghdad: Bīmāristān al-Muqtadirī dan Bīmāristān Ibn al-Furāt.
Rumah sakit-rumah sakit ini umumnya beroperasi dengan dana wakaf yang disiapkan oleh para emir atau orang-orang kaya. Pengeluaran Bīmāristān al-Muktadiri adalah sebesar 200 dinar per bulan, sementara Bīmāristān al-Sayyidah sebesar 600 dinar per bulan (Dunlop, 1986, I/1223; Hamarneh, 1962, 369).
ᶜAḍud al-Dawlah (w. 983), emir dari keluarga Buwayhid yang menjadi wazir Abbasiyah, membangun sebuah bīmāristān di Baghdad pada tahun 372/982. Pada awal pendiriannya rumah sakit itu memiliki 24 dokter. Jibrāᶜīl bin ᶜUbayd Allāh yang bertugas di rumah sakit itu dua hari dua malam dalam seminggu diberi gaji bulanan sebesar 300 dirham.
Ada beberapa pakar yang bekerja di rumah sakit itu, antara lain dokter bedah, dokter mata, dan ahli fisiologi. Yang mendapat layanan di bīmāristān bukan hanya pasien Muslim, tetapi juga kalangan non-Muslim.
Pada era wazir ᶜAlī bin ᶜĪsā sudah ada klinik atau apotik bergerak (mobile dispensary/khizānah li-l-adwiyah wa-l-ashribah) yang dikirim ke desa-desa di kawasan Irak, sehingga yang dapat menerima layanan kesehatan bukan hanya mereka yang tinggal di kawasan urban (Dunlop, 1986, I/1223-1224).
Pada awal abad ke-12, di era pemerintahan Sultan Muhammad dari Bani Saljuk, klinik bergerak yang dikirim ke kawasan terpencil begitu besarnya sehingga memerlukan 40 ekor unta untuk mengangkut perlengkapannya (Tschanz, Maret-April 2017, 23).
Sultan Nūr al-Dīn Maḥmūd Zankī yang memerintah di Suriah antara tahun 1146 dan 1174 membangun bīmāristān di Aleppo dan juga di Damaskus (Dunlop, 1986, I/1224). Bīmāristān al-Nūrī di Damaskus selesai dibangun dan mulai beroperasi pada tahun 1156. Ibn Jubayr memuji rumah sakit ini saat ia mengunjunginya pada tahun 1184 dan menganggapnya sebagai “salah satu wujud keagungan Islam”.
Di antara dokter yang pernah memimpin rumah sakit ini adalah Abū al-Majd al-Bāhilī dan Muhadhib al-Dīn ibn al-Naqqāsh (w. 1178). Al-Dakhwār, yang merupakan guru dari Ibn Abī Uṣaybiᶜah (w. 1270), penulis ensiklopedia kedokteran, dan ᶜAlā’ al-Dīn Ibn Nafīs (w. 1288), penemu pembuluh kapiler darah, memulai karirnya dari bawah di Rumah Sakit al-Nūrī, sebelum ia menjadi terkenal dan memiliki penghasilan besar sebagai dokter swasta (Hamarneh, 1962, 371-372).
Bangunan Bīmāristān al-Nūrī di Damaskus masih eksis, tetapi sekarang telah beralih fungsi menjadi Museum Perobatan dan Sains (Tschanz, Maret-April 2017, 23).
Di Mesir, bīmāristān dibangun untuk pertama kalinya pada tahun 872-874 oleh Aḥmad ibn Ṭūlūn (w. 884), yang memberinya tunjangan secara murah hati. ṢalāḥuDīn al-Ayyūbī (w. 1193) yang menguasai Mesir sejak tahun 1174 membangun Rumah Sakit Nāṣirī di Kairo.
Namun, rumah sakit yang lebih besar lagi dibangun oleh Sultan al-Manṣūr Qalāwūn (w. 1290) dari Dinasti Mamluk pada tahun 1284. Bangunan rumah sakit yang digunakan adalah bekas istana Fatimiyah yang dapat menampung 8.000 orang dan, seperti banyak bīmāristān lainnya, dilengkapi dengan apotek, perpustakaan, dan beberapa fasilitas lainnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Rumah sakit ini mempekerjakan pegawai administratif dalam jumlah besar – di samping para dokter tentunya – dan tunjangan yang diberikan bagi rumah sakit ini hampir mencapai satu juta dirham per tahunnya (Dunlop, 1986, I/1224).
Pada tahun 830, emir Ziyādat Allāh I (w. 838) membangun sebuah rumah sakit di Qayrawan yang dikenal dengan nama Dimnah. Di samping para dokter, sekelompok teolog Muslim yang mendalami medis dan disebut sebagai fuqahā’ al-badan ikut merawat pasien lewat praktek Ṭibb al-Nabawī.
Di Afrika Utara, Sultan Yaᶜqūb al-Manṣūr (w. 1199) dari Dinasti al-Muwahidun membangun sebuah rumah sakit besar di Marrakesh pada tahun 1190. Rumah sakit yang dijalankan dengan tunjangan sebesar 30 dinar per hari ini dibangun di atas lahan yang luas dan dikelilingi oleh pohon buah-buahan, kebun bunga, sayur-sayuran, dan tanaman-tanaman herbal (Hamarneh, 1962, 375-376).
Sultan Yaᶜqūb al-Manṣūr juga membangun leprosarium, rumah sakit jiwa, dan panti bagi orang buta di berbagai wilayah kerajaannya. Lembaga-lembaga ini terus bertahan dan bertambah jumlahnya pada awal era Dinasti Marinid (1244-1465), tetapi mengalami kemerosotan serius pada abad ke-16. (Bersambung) <<<halaman 2<<<<