Sambungan artikel PERTAMA
Ubah Rumah jadi Penjara
Presiden Kongres Dunia Uighur Dolkun Isa pada Senin menyebut tindakan pemerintah itu “tidak benar” dan mengatakan itu hanya akan lebih merusak hubungan etnis daripada mempromosikan harmoni di wilayah otonomi.
“Itu bukan hanya invasi privasi sederhana, namun penghancuran total dari keamanan, keamanan dan kesejahteraan anggota keluarga,” Isa mengatakan pada Kantor Berita Uighur RFA.
“China telah mengubah rumah-rumah etnis Uighur menjadi penjara yang tak punya jalan keluar. Di bawah kampanye indoktrinasi dan intimidasi semacam ini, etnis Uighur dan China tidak akan pernah ‘menjadi keluarga’.”
Isa mencatat bahwa kebijakan “Home Stay” diimplementasikan bersama pemenjaraan dan penahanan di “kamp re-edukasi politik” para Uighur yang dituduh menyembunyikan “pandangan agama yang kuat” dan pandangan “politik yang salah” – sebuah kebijakan yang telah berlaku sejak April tahun lalu dan telah melihat hampir semua penduduk laki-laki dewasa dari masyarakat Uighur ditangkap oleh pihak berwenang.
“Bagaimana bisa petugas pemerintah China ‘tinggal, makan dan tidur’ diantara keluarga Uighur yang laki-laki dewasanya telah dengan sewenang-wenang dan tanpa melalui pengadilan ditahan oleh pemerintah China,” tanyanya.
“Kebijakan dan tindakan semacam ini oleh pemerintah China harus dikecam oleh masyarakat internasional, dan pejabat pemerintah China yang telah terlibat dalam merancang dan mengimplementasikannya harus bertanggung jawab di bawah hukum internasional dan UU Magnitsy di AS.”
Baca: Otoritas China Beri Hukuman Berat Kaum Muslim Ketahuan Menyimpam al-Quran
Bulan lalu, Senator Marco Rubio meminta dalam surat terbukanya pada Dubes AS untuk China Terry Branstad agar mengunjungi Wilayah Otonomi Xinjiang-Uyghur (XUAR) dengan tujuan menyelidiki klaim “penahanan dan pengawasan massal” etnis Uighur, dan memintanya untuk menentukan apakah Washington harus memberi sanksi mereka yang bertanggung jawab atas kebijakan itu di bawah UU Akuntabilitas Hak Asasi Manusia Global Magnitsy.
Rubio menyebut penahanan etnis Uighur di kamp re-edukasi “penahanan massal terbesar dari sebuah populasi minoritas di dunia hari ini.”
‘Negara Polisi’
Juga pada Senin, Komisi Kebebasan Beragama Amerika Serikat (USCRIF) mengecam apa yang ia sebut sebuah “tindakan keras yang meningkat pada Muslim Uighur” oleh pemerintah China di Wilayah Otonomi Xinjiang-Uyghur (XUAR), yang dikatakannya “semakin menyerupai sebuah negara polisi.”
“Kebijakan pervasif dan pengendalian keamanan mengganggu yang menghapus kebebasan sipil dan HAM Muslim Uighur dan mengganggu praktik keyakinan mereka, termasuk selama bulan suci Ramadhan,” yang dimulai pada Selasa, kata USCRIF.
Ketua USCRIF Daniel Mark mengatakan pembatasan pemerintah China terhadap etnis Uighur “adalah sebuah upaya untuk mengasimilasi agama dan etnis minoritas yang terkepung,” dan bahwa penempatan para kader di rumah dan penahanan mereka di kamp re-edukasi, pihak berwenang telah “menciptakan sebuah budaya ketakutan, kecurigaan dan ketidakpercayaan di seluruh Xinjiang.”
“Tindakan pemerintah mengganggu seluruh masyarakat ketika mereka mencoba menjalani hidup mereka dan menjalankan keyakinan mereka dengan damai,” tambah Mark.
Baca: Muslim Uighur Terus Tertekan, Pemerintah China Larang Restoran Halal
USCRIF mencatat bahwa selain pembatasan yang telah berlangsung lama pada praktik keagamaan Uighur selama Ramadhan, pemerintah China juga telah memasang jaringan keamanan beraneka macam, terdiri dari pos pemeriksaan bersenjata, software pengenalan wajah dan iris mata, dan pengawasan telepon seluler.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Selain itu, pemerintah telah berupaya “menghalangi pertumbuhan” generasi etnis Uighur melalui metode seperti larangan pengajaran bahasa Uighur di sekolah, larangan anak-anak mendatangi masjid, dan melarang nama-nama bayi Islam yang dianggap “ekstrim.”
USCRIF meminta pemerintah AS agar memberikan sanksi kepada pejabat dan lembaga pemerintah yang terlibat dalam pelanggaran kebebasan beragama di Wilayah Otonomi Xinjiang-Uyghur (XUAR) melalui UU Magnitsy, UU Kebebasan Beragama Internasional, dan tindakan-tindakan lain.
Organisasi itu juga meminta agar China terus ditetapkan sebagai sebuah “negara perhatian khusus” (CPC) di bawah UU Kebebasan Beragama Internasional karena terlibat atau menoleransi pelanggaran kebebasan beragama sistematis, berkelanjutan dan mengerikan. China telah berulangkali ditetapkan sebagai CPC sejak tahun 1999.
China secara tetap melakukan kampanye “Strike Hard” (Gebuk Keras) di Xinjiang, termasuk serbuan polisi di rumah-rumah Uighur, pelarangan praktik Islam, dan pelarangan budaya dan bahasa Uighur, termasuk video dan materi lainnya.
Sementara China menyalahkan etnis Muslim Uighur atas serangan “terorisme”, para ahli di luar China mengatakan Beijing telah membesar-besarkan ancaman dari Uighur dan kebijakan domestik yang represif itu yang bertanggung jawab atas meningkatkan kekerasan di sana yang menyebabkan ribuan terbunuh sejak 2009.*/Nashirul Haq AR