Oleh: Ramadhan
SUATU malam Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam pernah ditanya oleh ‘Aisyah radiaAllahuanha, istri beliau, begini sekira pertanyaannya, “Ya Rasulullah kenapa engkau melakukan ini, bukankah Allah Ta’ala telah mengampuni dosamu yang sekarang dan yang akan datang?” Tidak bolehkah aku termasuk hambaNya yang banyak bersyukur, jawab beliau.
Pertanyaan tersebut diatas terlontar dari istri Rasulullah yang bergelar humairah itu, karena melihat baginda Rasul selalu mendawamkan qiyamul lail. Yang menyebabkan kedua kaki beliau mengalami bengkak-bengkak. Subhanallah! Begitulah baginda rasul mencontohkan kepada ummatnya dalam bersyukur. Sebagai seorang hamba ingin sekali menjadikan ibadah qiyamullail adalah yang utama. Sebagaimana manusia agungMu Rasulullah Muhammad Nabi akhir zaman. Amin yaa Rabb. Begitu kira-kira ungkapan hati, membuncah ketika iman sedang bertambah untuk beberapa masa.
Dikala iman bertambah rasanya seluruh amalan-amalan utama akan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Namun dikala menurun jangankan yang sunnah yang wajib saja malas-malasan dilakukan. Sungguh manusia itu bodoh dan zalim. Pernah suatu ketika, ada teman yang menyampaikan, akhi kalau ada masalah biasanya ana melakukan ibadah dengan khusyu’, tumakninah dan merendahkan diri dihapan Allah Ta’ala. Namun dikala jaya, rasanya ibadah itu terasa berat dan tidak ada kenikmatan.
Sebagian besar kaum muslim sangat mudah melafalkan kalimat syukur yaitu: Alhamdulillah (segala puji bagi Allah).Atas nikmat yang diberikan berupa, mata, telinga, hidung, tangan, kaki, hati dan sebagainya. Bahkan non muslim pun dengan fasih melafalkan kalimat tayyibah itu. Diantara kita sering terbatas mengartikan nikmat Allah Ta’ala. Kita seringkali berfikir sempit akan nikmat Allah yang diberikan. Anggapannya, nikmat Alla Ta’ala hanya berbentuk materi. Sebagaimana kaum materialistik menilai bahwa barometer nikmat itu materi. Berupa uang dan benda berharga lainnya.
Nikmat Allah berupa panca indera, yang dengannya kita mampu bernafas, kita mampu berbicara, melihat dan mampu mendengar sering kita tidak hitung!Bukankah kalau kita hargakan nikmat mulut misalnya yang dengannya kita mampu berbicara. Dengan berapa pun bandrol yang akan dibayarkan. Maka pasti tidak akan mau merelakan, untuk dijual atau dihargakan nikmat itu. Artinya, satu nikmat saja, tidak mau merelakannya menjauh dari tubuh ini. Apalagi beberapa nikmat yang melekat pada anggota tubuh ini hilang.Begitu bijaksana Allah Ta’ala mengingatkan, dengan firmanNya dalam surat Al-Mulk ayat 23:
قُلْ هُوَ الَّذِي أَنشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلاً مَّا تَشْكُرُونَ
”Katakanlah dialah yang mencipatakan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.”
Cara bersyukur insyaAllah sangatlah mudah, misalnya saja mensyukuri pendengaran, ya dengan mendengarkan nasehat-naehat dari orang ‘alim. Kemudian nasehat itu dijalankan dalam kehidupan harian. Jangan sampai mendengarkan hal-hal yang tidak bermanfaat. Misalnya saja dengan mendengarkan lagu-lagu jahiliah modern yang justru menjauhkan dari mengingat Allah Ta’ala.
Kalau kita mau mensyukuri penglihatan, lihat saja ciptaan Allah yang terbentang luas di jagad raya. DenganciptaanNya berupa matahari, kita jadi mengetahui antara siang dan malam. Bagaimana jadinya kalau mata ini buta, tentu Bumi akan terasa gelap selamanya. Tiada benda yang dapat dilihat. Tiada saudara yang dapat dikenal. Tiada ciptaan Allah yang mampu dikenali. Semua terasa gelap! Naudzubillah! Sungguh kita sedikti sekali beryukur? Kita lebih memilih melihat tayangan-tayangan yang notabene jauh dari budaya Islam. Yang sekarang tambah marak di televisi dan tidak kenal waktu jam tayangnya. Bukankan kelak diakhirat sebagai orang yang beriman meyakini, apa yang didengar, dilihat akan dimintai pertanggungjawaban dihadapanNya. Dan seluruh anggota tubuh diyaumil hisab akan menjadi saksi atas apa yang dilakukan selama di dunia fana ini.
Dengan melihat dan kemudian berfikir apa yang menjadi ciptaan Allah Ta’ala, sebagai hambaNya akan merasakan bahwa diri ini adalah kecil dan tidak memiliki kekuatan dihadapanNya. InsyaAllah dengan tafakkur menjadikan iman akan semakin bertambah dan rasa syukur pun semakin bersemi. Kita juga dianjurkan untuk memikirkan apa yang menjadi ciptaan Allah Ta’ala. “Tafakkaruu fii kholkillah, walaa tafakkaruu fidzatillaah” ya kita berfikir akan ciptaan Allah saja sudah mendatangkan keyakinan akan ke Maha Agungan Allah Ta’ala.
Pesan Allah yang lain pada penghujung surat Al-Hasyr juga perlu dihayati, bahwa Allah Ta’ala firmankan. Apa-apa yang ada dilangit dan dibumi ini bertasbih kepadaNya. Dengan caranya sendiri-sendiri. Kalau apa yang terbentang diantara bumi dan langit beserta isinya bertasbih dan memuji akan keMaha Besaran Allah Ta’ala. Kenapa diri ini sedikit beryukur? Kenapa sedikit berfikir? Kenapa sedikit bertasbih kepada Allah Ta’ala? Kita seharusnya malu, Dia telah menganugerahkan akal, yang membedakan kita dengan makhluk ciptaanNya yang lain. Merasa enggan untuk mengingat dan memuji Allah Ta’ala.Bagaimana kalau nikmat itu dicabut!? Sungguh amat sedikit kita bersyukur!
Bukankah ketika seorang hamba mensyukuri nikmat-nikmatNya, Dia akan mengiringiNya dengan tambahan nikmat berikutnya. Pun sebaliknya ketika tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah Ta’ala, kita akan mendapatkan siksa berupa azab yang pedih.Sebagai hambaNya, kita berbeda-beda cara mencari ketenangan, ada yang tanpa putus dalam mencari harta dunia karena ia beranggapan dengan banyaknya harta akan mendatangkan ketenangan.Anggap saja sudah dapat beli sepeda, ingin beli motor. Sudah dapat beli motor, ingin beli motor yang keluaran terbaru. Sudah dapat motor terbaru, ingin beli mobil. Begitu seterusnya harta dunia terus di buru. Namun itu semua malah tambah mendatangkan kegelisahan.
Bukankah ada resep sederhana dalam mencari ketenangan, yaitu mengingat Allah Ta’ala. Dan ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang! Karenanya ayo kita mensyukuri nikmat hati ini dengan mengingat Allah Ta’ala. Agar kita sebagai manusia yang pelupa ini, memiliki semangat untuk terus memupuk rasa syukur kepadaNya. Sehingga dengannya kita memperoleh bahagia, yaitu gelar dari Allah Ta’ala sebagai ‘abdan syakuura. Yaitu hamba yang memperoleh bahagia dengan selalu memupuk rasa syukur kepada Allah Ta’ala. Allahu a’lam.*
*Dai Hidayatullah Nusa Tenggara Barat