Hidayatullah.com — “Al Qu’ran di sini sangat dibutuhkan karena banyak santri yang belum punya.” Demikian dikatakan Yohanes Kristanto. Kok namanya seperti orang Kristen?
Benar. Pak Yo, demikian biasa dipanggil memang orang Kristen. Bahkan dia seorang pendeta. Tapi itu dulu. Sekarang dia sudah menjadi Muslim, setelah bersyahadat beberapa bulan lalu. Bagi yang ini tahu mengapa Yohanes memilih Islam, bisa menonton videonya di chanel Hidayatullah TV dengan judul “Dua Hal Ini Sebabkan Pendeta di Semarang Ini Masuk Islam, Setelah Memurtadkan 430 Muslim.”
Seperti diakui di dalam video tersebut, dulu ia pernah sukses memurtadkan ratusan Muslim. Kini seakan ‘balas dendam’, Yohanes ingin membayar dosa-dosanya dengan giat berdakwah. Khususnya di daerah-daerah yang menjadi sasaran pemurtadan seperti di lereng Gunung Merbabu dan Bayat Klaten. Keduanya di Jawa Tengah.
Di lereng Merbabu, tepatnya di Gantang, Sawangan, Magelang terdapat kampung mualaf. “Ada sekitar 200 mualaf,” kata Wandi, penggerak dakwah di Gantang. Bahkan ada satu dusun dulu mayoritas Kristen, kini kondisinya sudah berbalik. “Yang non Muslim tinggal 14 KK,” tambah Wandi. KK adalah singkatan dari kepala keluarga. Yohanes kemudian ikut bergabung memperkuat dakwah di Gantang.
Salah satu strategi yang dilakukan Wandi adalah mendirikan Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ). Dengan mengajarkan al-Qur’an, dia bermaksud membentengi anak-anak dari gerakan pemurtadan. Alhamdulillah, kini TPQ Baitul Makmur santrinya ratusan, mulai anak-anak hingga remaja. Menariknya, di antara santri itu banyak pula anak-anak non Islam. “Mereka ikut ngaji karena tertarik pada teman-temannya,” kata Wandi. Karena tiap hari mengantarkan anaknya ngaji, lama-kelamaan orangtuanya ikut masuk Islam.
Juni lalu, Yayasan Wakaf al-Qur’an Suara Hidayatullah (Yawash) mengantarkan al-Qur’an untuk para santri TPQ. Banyak di antara mereka belum punya al-Qur’an. “Saya atas nama TPQ Baitul Makmur mengucapkan jazakallah khairan katsira,” kata Ani yang mendapat amanah kepala TPQ.
Kita doakan gerak dakwah di Sawangan terus berdenyut untuk membentengi akidah umat. “Jika dakwah berjalan, kami sulit masuk,” katanya Yonatan. Kata ‘kami’ di sini menggambarkan saat Pak Yo masih aktif melakukan gerakak pemurtadan.*