Hidayatullah.com–Penggiringan opini secara massif dan mobilisasi sikap yang memiliki tendensi negatif terhadap fenomena Daulah Iraq wa Syam (ISIS/ISIL) ditengari ada usaha pengalihan isu-isu penting di negeri ini.
“Mobilisasi sikap yang terlalu tergesa-gesa dan memiliki tendensi negatif terhadap apa yang menamakan dirinya ISIS, “ demikian salah satu pernyataan sikap Forum Umat Islam (FUI) melalui Sekjan nya Muhammad Al Khaththath dalam rilis terbaru.
Dibawah ini tujuh catatan penting pernyataan sikap Forum Umat Islam (FUI) .
Pertama, adanya upaya pihak-pihak tertentu mem-blow up masalah ISIS sebagai suatu peristiwa besar dan gempar untuk menutupi suatu perkara atau beberapa perkara agar tidak menjadi perhatian masyarakat.
“Saat ini ada peristiwa besar yakni pembantaian kaum muslimin di Palestina oleh tentara agresor penjajah Israel sejak awal Ramadhan kemarin, yang telah menewaskan 1886 warga muslim Palestina sebagai syuhada,” ujarnya. Sementara itu, di dalam negeri ada masalah Pilpres yang berlanjut ke MK, yang dengan segala bumbunya bisa menjadi bom waktu yang kapan saja bisa meledak. Belum lagi masalah-masalah lain seperti korupsi Century, Hambalang, Bus Transjakarta dan lain-lain yang belum tuntas, maupun berbagai peristiwa yang menyangkut penodaan terhadap agama Islam.
Kedua, adanya pihak-pihak tertentu yang membawa misi luar negeri, untuk menjadikan ISIS sebagai musuh bersama dunia.
AS dinilai sudah kewalahan di Afghanistan, karena rezim bonekanya, Hamid Karzai tidak efektif. AS juga kewalahan menghadapi gempuran para mujahidin di Iraq.
Sampai hari ini rezim Nuri Al Maliki yang merupakan rezim Syiah dan boleka AS tak mampu mengendalikan situasi di Iraq. Terbukti, jatuhnya Mosul ke tangan ISIS sangat mengkhawatirkan AS. Bahkan, Obama mengancam akan menyerbu ISIS bila telah sampai ke Irbyl di Iraq Utara. Untuk meringankan beban AS, mereka menggiring opini dunia untuk memusuhi ISIS. Apalagi ISIS telah mengumumkan dirinya sebagai Khilafah atau Daulah Islamiyyah (Islamic State), secara umum yang menimbulkan sejumlah reaksi ketidaksetujuan dari berbagai faksi mujahidin, kalangan harakah dan ulama di Timur Tengah. Opini pesanan AS itu terwujud, yaitu menjadikan ISIS sebagai ancaman keamanan nasional. Itulah, mengapa opini ISIS tiba-tiba begitu besar dan gempar bak terjadi tsunami atau gempa besar di tanah air, ujar FUI.
Padahal raktyat Indonesia belum tahu apa sejatinya ISIS itu, dan tidak pernah bersentuhan dengan mereka, bahkan adanya dukungan dari Indonesia juga baru dari segelintir orang yang punya ghirah jihad.
Ketiga, adanya pihak-pihak tertentu yang ingin mendiskreditkan Islam, gerakan Islam, dan lambang-lambang Islam, dengan bersembunyi di balik serbuan opini dan euforia menolak ISIS.
Seperti diketahui, bendera bertuliskan “Lailahaillallah Muhammadurrasulullah” bukan hanya milik ISIS, tapi milik umat Islam.
Lebih lanjut FUI menyerukan:
Pertama, hendaknya pemerintah, ulama, dan masyarakat Indonesia, khususnya kaum muslimin dan pimpinan ormas Islam yang tergabung dalam FUI bersikap adil, rasional dan proporsional terhadap ISIS. Tidak terpengaruh dan terprovokasi oleh pihak-pihak yang punya kepentingan-kepentingan tertentu untuk mendiskreditkan ISIS.
Kedua, marilah duduk bersama dengan tenang membicarakan dan memandang ISIS sebagai fenomena biasa saja yang ada di dunia. Yakni, kita pandang ISIS sebagai kelompok mujahidin yang berjuang membela tanah airnya dari serbuan penjajah AS, yang telah menjajah Iraq dengan illegal dan dengan tuduhan palsu bahwa rezim Saddam Husein menyimpan senjata pemusnah massal (WMD). Padahal ternyata menurut laporan badan atom internasional (IAEA) hal itu tidak ada. Belakangan, Presiden AS George W Bush mengakui bahwa laporan CIA tentang WMD salah. Namun, Bush tidak meminta maaf dan tidak memberikan ganti rugi kepada kaum muslimin di Iraq, yang telah tewas sekitar 1 juta orang dan berbagai kerusakan gedung dan harta benda di seluruh kota di Iraq.
Jadi, yang layak dibilang teroris siapa?
Ketiga, pengumuman Khilafah Islamiyyah (Islamic State) oleh para mujahidin ISIS dengan mengangkat Abu Bakar Al Baghdady sebagai Khalifah di daerah-daerah yang mereka kuasai di Iraq dan Suriah, adalah fenomena politik di suatu wilayah yang tak perlu meresahkan umat Islam di Indonesia. Masyarakat harus menunggu perkembangannya.
Keempat, menjadikan ISIS sebagai ancaman bagi keamanan nasional adalah tidak proporsional. Sebab, lokasi ISIS jauh dari Indonesia, mujahidin ISIS sedang berjihad membela harta benda, kehormatan, dan tanah air mereka dari penjajahan AS di Iraq sana. Dan ISIS bukan negara besar seperti AS dan lain-lain yang bisa melakukan invasi dan intervensi ke Indonesia.
Adanya pernyataan bahwa ISIS telah menyiapkan 2 juta mujahid di Indonesia adalah pernyataan yang tidak jelas data dan faktanya. Justru yang harus diwaspadai sebagai ancaman keamanan nasional, adalah pernyataan seorang jenderal dari salah satu kubu pilpres melaui SMS kepada salah seorang jenderal kubu lawannya, bahwa kalau MK memenangkan Prabowo kita akan perang.
Kelima, adapun adanya dukungan kepada ISIS dari sejumlah aktivis di Indonesia, adalah hal biasa sebagai rasa kekaguman biasa. Sama dengan dukungan para penggemar bola kepada klub-klub dunia sehingga mereka memakai kaos bergambar klub-klub dunia seperti Manchester United, Real Madrid, Barcelona, dll. Selama mereka tidak mengganggu ketertiban umum, maka mereka adalah warga Negara yang punya hak untuk mendemostrasikan sikap dan dukungan mereka, dan ini dijamin undang-undang.
Keenam, sikap memusuhi ISIS secara berlebihan, seperti menodai atau membakar bendera ISIS yang mencantumkan lafazh “Lailahaillallah Muhammadurrasulullah” tidak boleh dilakukan oleh siapapun di Indonesia, sebab itu termasuk menodai apa yang disucikan dalam Islam.
Ketujuh, hendaknya para ulama dan pimpinan ormas Islam merapatkan barisan dan meningkatkan ukhuwah Islamiyyah dalam kehidupan nyata, dalam menjaga dan meninggikan Islam, menjaga dan menguatkan umat Islam, serta membentengi umat Islam dari segala rongrongan dan serangan terhadap aqidah dan kehormatan Islam, demikian pernyataan sikap FUI.*