Hidayatullah.com – Delapan bulan setelah perang Gaza, kemampuan militer Hamas masih tetap utuh karena kelompok perlawanan Palestina ini terus meluncurkan roket-roket ke Tel Aviv dan melakukan penyergapan-penyergapan terhadap militer ‘Israel’.
Selama akhir pekan, Abu Ubaidah, juru bicara Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, mengklaim bahwa para pejuangnya telah membunuh dan menangkap tentara Israel, menyoroti ketangguhan kelompok tersebut di medan perang.
“Terlepas dari perang genosida dan pemusnahan acak, para pejuang kami telah dan masih terus mencari mereka (tentara Israel) dan telah melakukan banyak operasi terhadap tentaranya selama dua minggu, di Jabalia dan Rafah dan Beit Hanoun, di semua poros serbuan,” ujar juru bicara tersebut pada hari Minggu.
“Operasi terakhir dari operasi ini adalah operasi kompleks yang dilakukan oleh para pejuang pada Sabtu sore ini di Jalur Gaza utara, di mana para pejuang memikat pasukan Zionis ke dalam penyergapan di dalam terowongan di kamp Jabalia dan menjebaknya dalam penyergapan di dalam terowongan ini dan di pintu masuknya,” tambah juru bicara itu.
Jebakan itu berhasil, mengakibatkan “tentara Israel tewas, terluka, dan tertangkap”, kata juru bicara Hamas. Pihak penjajah ‘Israel’ membantah tentaranya ditangkap oleh Hamas.
“Ketika Hamas mengatakan bahwa mereka masih membunuh beberapa tentara Israel, itu benar. Mereka telah mempublikasikan video selama satu atau dua minggu terakhir yang menunjukkan penembak jitu secara langsung membunuh tentara Israel atau setidaknya mengenai mereka. Itu mungkin saja terjadi,” kata Jerome Drevon, seorang analis senior tentang kelompok-kelompok bersenjata di International Crisis Group, sebuah think tank dari Amerika.
Namun mengenai klaim Hamas yang menyandera tentara ‘Israel’, Drevon mengatakan bahwa ia akan “lebih ragu-ragu untuk mengkonfirmasi klaim tersebut” karena di entitas kecil seperti ‘Israel’, berita seperti itu dengan cepat muncul ketika anggota keluarga para tentara yang ditawan menekan pemerintah.
“Akan sulit bagi Israel untuk menyembunyikannya.”
Jika Hamas menangkap tentara, kelompok itu akan membagikan foto atau videonya. Kemudian, dapat dipastikan bahwa kelompok itu memang menangkap tentara Israel, kata analis itu kepada TRT World.
Edward Erickson, mantan perwira militer Amerika dan pensiunan profesor sejarah militer di Departemen Studi Perang di Universitas Korps Marinir, juga melihat adanya kemungkinan bahwa “Hamas masih mampu menyergap atau menangkap satu atau dua tentara Israel” karena perang Gaza merupakan sebuah pertempuran yang panjang di mana tentara Israel dapat menjadi “lelah dan lalai”.
Strategi Hamas
Jika Hamas berhasil menangkap tentara ‘Israel’ hampir delapan bulan setelah perang Gaza, itu berarti kelompok ini masih memiliki banyak kemampuan militer untuk melakukan perlawanan.
Pada akhir pekan lalu, Hamas menembakkan roket jarak jauh yang menargetkan Tel Aviv “dalam sebuah demonstrasi kemampuan yang masih dimilikinya”, lapor Financial Times.
Meskipun ‘Israel’ membombardir dengan serangan udara dan darat, Zionis ‘Israel’ gagal membebaskan para sandera yang ditahan oleh Hamas sejak tanggal 7 Oktober.
Strategi Hamas adalah untuk menghindari konfrontasi berskala besar dengan tentara ‘Israel’ dan sebaliknya mengandalkan serangan hit & run cepat, yang menghasilkan korban lebih sedikit sambil tetap menekan militer Israel, kata Drevon.
Dengan menembakkan roket ke Tel Aviv, Hamas ingin menunjukkan bahwa mereka masih bisa melancarkan serangan jarak jauh meski mengalami “kemunduran militer”, kata Drevon.
Klaim ‘Israel’ bahwa mereka telah menghancurkan sebagian besar brigade Hamas tidak berarti banyak, kata Drevon. Ia menyebut kekuatan militer Hamas bertumpu pada unit-unit kecil yang dapat melakukan serangan hit & run. Para analis memperkirakan bahwa Brigade Al Qassam memiliki antara 30.000 dan 50.000 anggota.
Menurut penilaian intelijen AS baru-baru ini, setelah hampir delapan bulan pertempuran sengit, Israel hanya mampu membunuh 30 hingga 35 persen pejuang Hamas karena 65 persen terowongan Hamas di Gaza masih utuh.
Hamas tidak membutuhkan brigade besar, mereka membutuhkan unit-unit berskala kecil terdiri dari dua orang dengan persenjataan ringan untuk menyerang tank-tank ‘Israel’ dan juga menggunakan penembak jitu untuk menyerang target-target ‘Israel’, ujar Drevon.
“Hamas sangat beradaptasi dengan serangan Israel yang sedang berlangsung, jadi sekarang Hamas lebih banyak beroperasi dalam konfigurasi berbasis sel dan sebagai hasilnya, sebagian besar anggota Hamas selamat,” kata Drevon.
Pada saat yang sama, “apa yang tampaknya terjadi” adalah bahwa kepemimpinan Hamas memungkinkan sebuah rencana di mana unit-unit kecil pejuang tersebut dapat aktif di berbagai daerah di Gaza untuk melaksanakan dua tujuan yang berbeda, kata analis itu.
Menurut rencana ini, para pejuang Hamas dapat melancarkan “serangan yang ditargetkan” terhadap tentara ‘Israel’ untuk memberikan tekanan dan menimbulkan korban pada mereka atau kembali ke daerah-daerah di mana tentara ‘Israel’ menarik diri untuk membangun kembali kendali kelompok Palestina, tambah analis tersebut.
Meskipun ‘Israel’ mengklaim telah menjatuhkan banyak korban pada Hamas, kelompok ini juga mampu merekrut ribuan pejuang, menurut Drevon. Ini juga berarti bahwa fokus pada jumlah pejuang Hamas bukanlah ukuran untuk memperkirakan kekuatan kelompok itu, tambah Drevon.
“Saya rasa Hamas tidak ingin terus-menerus berperang. Saya pikir sebagian besar tujuannya adalah untuk mempertahankan para pejuangnya di terowongan-terowongan sembari menghindari konfrontasi berskala besar,” katanya.*