Ustadz Abu Bakar Baasyir nampaknya akan menghadapi tuduhan berat. Yakni hukuman mati. “Sesuai dengan pasalnya yang diterima dari surat panggilan (untuk Ba’asyir) adalah 110 junto 104 KUHP yang ancamannya hukuman mati. Insya Allah teman-teman (media) tidak merancang fitnah agar orang dihadapkan pada regu tembak,” kata Mahendra pada detik.com beberapa saat lalu.
Bagaimanakah kebenaran sesungguhnya? memang belum ada kejelasan. Pengadilan yang adil lah yang bisa membuktikan kebenarannya. Karena itulah, Tim Pengacara Muslim (TPM) meminta agar Al-Faruq bisa dihadirkan di Indonesia. Pertama, karena tuduhannya cukup berat, dan yang kedua, harus perlu bukti yang kuat untuk menuduh orang bersalah atau tidak.
Sejak semula, banyak orang menilai adanya kejanggalan dalam kasus ini. Pengamat intelejen Indonesia, Soeripto, menilai kasus ini sebagai akal-akalan yang licin. (Republika, 19/10/02). Soeripto mungkin betul. Tuduhan adanya serangkaian serangan bom di Indonesia, rencananya membunuh Megawati, serta keterlibatan Abu Bakar Baasyir haruslah ditangani dengan serius dan adil. Sebab, menurut Soeripto, Ia mengaku melihat adanya ‘jejak’ CIA dalam skenario polisi dalam menangkap tokoh Islam Abu Bakar Ba’asyir. Terutama langkah yang dilakukan polisi, yang mula-mula mengirim surat panggilan paad Ba’asyir, dan kemudian bisa berkembang menjadi penahanan. Menurut Suripto, cara tersebut sangat khas dan merupakan trade mark CIA dalam memburu dan kemudian meringkus sasarannya di beberapa negara. Apalagi, seperti yang dikutip mantan Kabakin, ZA. Maulani, ada kemungkinan Baasyir di hukum di Amerika serikat.
Pertanyaannya, bisakah polisi menangkap dan menghukum mati seseorang hanya berdasarkan pengakuan seseorang (Alfaruq saja)?. Agar tidak menimbulkan gejolak dan preseden buruk di masyarakat, maka pemerintah dan aparat haruslah bertindak adil tanpa ada tekanan pihak lain. Jika tidak, kehidupan demokrasi kita akan kembali mundur 30 tahun lagi. (Cha)