Hidayatullah.com– Petang, Selasa (2/9/03) kemarin, Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat (Jakpus) memvonis Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukin Ngruki, Solo, Ust. Abu Bakar Baasyir dengan hukuman empat tahun penjara. Majelis hakim menilai Baasyir terbukti melakukan tiga di antara enam dakwaan primer dan sekunder jaksa. Tiga dakwaan yang terbukti tersebut, pertama, dakwaan subsider. Yakni, dianggap turut serta melakukan tindak pidana makar yang dilakukan dengan maksud menggulingkan pemerintah (Pasal 107 ayat 1 (jo) Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP). Karena dianggap ikut mewujudkan niat mendirikan negara Islam Indonesia (NII) untuk menggantikan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dakwaan kedua, Baasyir dianggap membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak atau yang diperuntukkan sebagai alat bukti, dengan maksud memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar (Pasal 263 ayat 1 KUHP). Dan ketiga, Baasyir dianggap terbukti melanggar dakwaan subsider, yaitu masuk wilayah Indonesia tanpa melalui pemeriksaan oleh pejabat pemeriksaan imigrasi di tempat pemeriksaan Imigrasi (Pasal 48 UU Nomor 9/1992 tentang Keimigrasian). Dalam amar putusannya, hakim juga menguraikan banyak hal-hal yang amat meringankan dan memberatkan terdakwah. Yang memberatkan, Baasyir pernah dihukum karena bertindak pidana. Yang meringankan, dia dianggap kooperatif alias sopan dan tidak mempersulit jalannya persidangan serta telah berusia lanjut, yakni 65 tahun. Meski vonis hakim lebih rendah dari tuntutan semula sebesar 15 tahun penjara, Baasyir tetap menganggap dizolimi. “Saya meyakini bahwa putusan majelis hakim tidak benar. Haram! Saya mempunyai bukti dan alasan bahwa saya tidak bersalah karena berjuang untuk menegakkan syariat Islam, “ujar Baasyir. Kuasa hukum Abu Bakar Baasyir Ja’far Assegaf dalam dalam acara Kupas Tuntas TansTV petang kemarin mengatakan, logika yang digunakan hakim untuk menjerat kliennya hanya akal-akalan dan dibuat-buat. Kalau Abdullah Sungkar, dalam menegakkan syariat Islam, seperti diakui hakim sendiri, dia kalau perlu menggulingkan pemerintah. Tetapi Abu Bakar Baasyir tidak dengan cara itu. Bagaimana dua orang yang berbeda visi bisa dianggap hakim bisa kerjasama dan turut serta, ujarnya. Baasyir sendiri dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan memperjuangkan penegakan syariat Islam melalui lembaganya di Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) secara konstitusional melalui negara. Pengacara kondang Adnan Buyung Nasution menilai, putusan hakim terhadap kliennya itu hanya sekedar untuk menurut menutupi muka pemerintah. Keputusan itu hanya untuk menyelamatkan muka pemerintah, ujarnya saat diwawancarai wartawan. Karena itu, Buyung bersama pembelanya yang lain akan melakukan banding ke pengadilan tinggi Jakarta. Terorisme dan JI Majelis Hakim dalam pertimbangan umumnya juga mengatakan, terdakwa Ketua Majelis Mujahiddin Indonesiaa (MMI) Abu Bakar BA’asyir tidak terbukti sebagai Amir (Pimpinan) Jamaah Islamiyah (JI). “Dari fakta persidangan, tidak pernah terbukti dan tidak bisa dibuktikan adanya pengangkatan Abu Bakar Ba’asyir sebagai Amir JI,” kata Ketua Majelis Hakim, Mohamad Saleh, dalam pertimbangan hukumnya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta yang dilaksanakan di Gedung BMG Kemayoran Jakarta, Selasa. Menurut Majelis Hakim, beberapa saksi dalam “teleconfrence” menyebutkan keterangan yang berbeda- beda. Salah seorang saksi, Faiz Abu Bakar Balfana mengatakan terdakwa sebagai Amir JI menggantikan almarhum Abdullah Sungkar. Namun saksi-saku lain tidak mengetahui sendiri pengangkatan Ba’asyir, dan hanya mendengar dari Hambali. Karenanya, majelis menyatakan Ba’asyir tidak terbukti sebagai Amir JI. Majelis hakim juga mengatakan Ketua MMI Abu Bakar Ba’asyir tidak terbukti sebagai pemimpin atau pengatur tindak pidana makar sebagaimana disebutkan dalam dakwaan kesatu primer. “Unsur pemimpin dan pengatur dalam tindak pidana makar tidak terbukti. Karenanya, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana makar,” kata Mohamad Saleh. Sebelumnya, majelis hakim mengatakan beberapa saksi memang mengaku peledakan bom Malam Natal 2000 diketahui oleh Abu Ba’akar Basyir, namun kesaksian itu tidak bisa dibuktikan. Para saksi yang merupakan pelaku peledakan itu mengenal satu sama lain dan mengenal Ba’asyir, namun tidak bisa membuktikan apa yang mereka jelaskan. Sebelumnya, Pemimpin Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki Solo ini, ditangkap paksa saat sedang sakit oleh aparat keamanan di rumah sakit PKU Solo dan oleh beberapa media massa dipojokkan dan selalu dikaitkan dengan peledakan bom di Bali bulan Oktober 2002. Kini, setelah pengadilan tidak menemukan bukti, bisakah media merehabilitasi namanya secara adil sebagaimana dulu dia menuduhnya? (cha, dari berbagai sumber)