Hidayatullah.com– Rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk mengganti nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al Ihsan menjadi “Welas Asih” memicu kritik tajam dari Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI).
Ketua Umum FUUI KH Athian Ali M. Dai menilai langkah tersebut menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu, serta mengabaikan nilai sejarah dan filosofi Islam yang melekat pada nama Al Ihsan.
Dalam konferensi pers di Bandung pada Rabu (2/7/2025), Gubernur Dedi mengungkapkan bahwa penggantian nama ini merupakan bagian dari upaya membangun identitas baru yang lebih dekat dengan budaya Sunda.
“Orang Sunda itu welas asih. Nama ini lebih mudah dipahami masyarakat dan menciptakan brand baru,” ujar Dedi.
Namun, pernyataan tersebut justru menuai penolakan. KH Athian menilai alasan yang digunakan Dedi tidak memiliki dasar yang kuat.
“Saya sudah diskusi, ternyata ‘Welas Asih’ itu bukan dari bahasa Sunda, tapi bahasa Jawa. Ini perlu dikaji lebih dalam. Jangan membuat keputusan tanpa urgensi yang jelas,” ujarnya dalam pernyataan tertulis.
KH. Athian juga mengingatkan bahwa RSUD Al Ihsan bukan sekadar fasilitas kesehatan, tapi bagian dari sejarah perjuangan tokoh dan ulama Jawa Barat.
Rumah sakit ini dibangun pada 1993 oleh Yayasan Al Ihsan sebelum akhirnya dikelola oleh Pemprov Jabar.
“Nama Al Ihsan dipilih dengan pertimbangan filosofis. Ihsan dalam Islam berarti berbuat terbaik, baik kepada Tuhan maupun sesama,” jelasnya.
Lebih lanjut, KH Athian menyinggung rekam jejak Dedi Mulyadi yang dinilai sering memicu kontroversi sejak menjabat kepala daerah, seperti pengusulan Nyi Roro Kidul sebagai ikon pariwisata, program vasektomi sebagai syarat bansos, hingga penghapusan bantuan pesantren.
“Belum genap setahun menjabat, sudah membuat gaduh. Nama Al Ihsan sudah 32 tahun tidak pernah dipermasalahkan siapa pun. Kenapa sekarang diganti? Ada apa?” ucap KH Athian.
Ia menegaskan, meskipun Al Ihsan berasal dari terminologi Islam, rumah sakit itu tetap melayani masyarakat lintas agama tanpa diskriminasi.
Hal ini menjadi bukti bahwa nilai Islam tidak bertentangan dengan pelayanan publik yang inklusif.
Tak hanya itu, KH Athian juga menyentil potensi munculnya persepsi negatif masyarakat terhadap Dedi Mulyadi.
“Wajar kalau muncul anggapan beliau anti-Islam, terlalu fanatik pada budaya Sunda, khususnya Sunda Wiwitan. Padahal Islam dan budaya Sunda bisa sejalan selama tidak bertentangan dengan syariat,” tegasnya.
Sebagai penutup, KH Athian mengimbau Gubernur Dedi untuk fokus pada program-program pembangunan ketimbang membuat kebijakan simbolik yang kontroversial. “Jabatan tidak lama. Fokus saja pada upaya menyejahterakan rakyat, jangan habiskan waktu dengan hal-hal yang bikin gaduh,” pungkasnya.*/Iman