Hidayatullah.com–“Saya menyesalkan pernyataan Sekjen MUI (Din Syamsuddin, Red) yang menyatakan DPR tidak responsif,” kata anggota Pansus RUU Pornografi dan Pornoaksi DPR RI Aisyah Baidlowi dalam Sarasehan Milad Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke-29 di Jakarta, Senin. Pada Sarasehan Milad MUI tersebut MUI meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang hadir tentang lambannya pembahasan RUU tentang anti-pornografi dan pornoaksi. Aisyah berkata bahwa DPR sudah selesai membahas RUU tersebut sejak akhir Mei lalu dan kini “bola” kini telah berada di tangan pemerintah, dan bukan lagi DPR. Ia juga mengatakan pembahasan RUU Anti-Pornografi dan Pornoaksi yang memakan waktu lama bukanlah kesengajaan tetapi karena Ketua DPR meminta RUU anti-pornografi dan RUU anti-pornoaksi dijadikan satu menjadi RUU tentang Pornografi dan Pornoaksi. Sementara itu, Kabag Perundang-undangan Depag Nandi Aziz mengatakan belum memperoleh informasi soal kelanjutan dari RUU tersebut, dan mungkin saat ini masih berada di Sekretariat Negara untuk diproses guna memperoleh izin Presiden untuk diparipurnakan di DPR. Sementara itu Dirut ANTV Askarmen yang juga ditanya soal maraknya pornoaksi di media elektronik menjawab, saat ini Komisi Penyiaran sedang menyusun draft RUU Penyiaran. “Kalau itu selesai tidak ada lagi pihak yang berkilah, karena aturannya sudah ada,” katanya. Sebelumnya, seperti banyak dikutip media massa, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Sjamsuddin menyatakan rasa kecewanya atas lambannya pembahasan RUU tentang antipornografi oleh DPR. “Dalam jadwal pembahasan RUU, RUU tentang anti-pornografi berada di urutan 120, hampir tidak ada respon tentang usulan MUI dan sejumlah ormas Islam untuk membahas RUU tersebut,” kata Din Sjamsuddin saat berbicara di sela-sela peluncuran buku Stop Pornografi di Jakarta. MUI dan sejumlah ormas Islam ke DPR, ada kesepakatan untuk membentuk pansus RUU anti-pornografi, tetapi dalam kelanjutannya, hampir tidak ada respon yang positif tentang RUU anti-pornografi. “Karena belum ada respons itu, MUI dan sejumlah ormas Islam bertemu dengan Kapolri untuk menyampaikan rencana mengajukan class action tetapi kami dijelaskan bahwa hal tersebut tidak dapat dilakukan karena perlu ada UU terlebih dahulu,” kata Din. Din juga menyatakan keheranan sekaligus keprihatinan mengapa tidak ada reaksi yang cepat dari instansi terkait dan DPR untuk mengatasi penyebarluasan pornografi dan porno aksi dalam masyarakat. “Bahaya pornografi tidak kalah dahsyat dengan bahaya narkoba. Tetapi mengapa kita diam saja,” katanya. [Ant/gtr]