Senin, 5 September 2005
Hidayatullah.com–Menteri Agama (Menag) Maftuh Basuni menyatakan, meyakini adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW di dalam Islam adalah paham yang tidak benar, sehingga tidak bisa mengklaim beragama Islam. "Masalah Ahmadiyah (Jamaah Ahmadiyah Indonesia/JAI) hanya bisa dituntaskan jika semua pihak berupaya melakukan ‘penyadaran’ ajaran itu ‘salah’. Mereka pun tidak boleh mengaku Islam apabila masih mengakui Mirza Ghulam Achmad itu sebagai Nabi," katanya di Garut, Minggu (4/9) sore kemarin.
Hal itu dikemukakan Menag usai membuka Daurah Tingkat Nasional bertajuk ‘Pengembangan Keulamaan Pondok Pesantren’ saat diminta tanggapan mengenai JAI. Dia mengatakan, paham Ahmadiyah itu sama sekali tidak benar karena masih meyakini adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Namun, adanya larangan dari pemerintah ternyata tidak menyelesaikan permasalahan.
Hanya saja, Menag mengingatkan, upaya penyadaran secara anarkis dan melakukan kekerasan seperti merusak fasilitas ibadah adalah sebagai tindakan kriminal. Sementara itu, menyikapi terjadinya kasus perusakan sarana ibadah belum lama ini, Maftuh Basuni menyerukan agar masing-masing pihak bisa bertindak sesuai hati nuraninya sendiri.
Sebelumnya, ketika membuka Daurah Tingkat Nasional, Maftuh Basuni antara lain menyebutkan, peran dan fungsi tokoh keagamaan secara kualitatif masih kurang dibandingkan kebutuhan penyelesaian permasalahan yang semakin komplek.
"Karena itu, kita mesti mengubah paradigma pemuka agama yang individual menjadi terbuka, yang elitis menjadi populis, serta yang eksklusif menjadi inklusif guna melakukan dorongan terwujudnya sikap keshalihan sosial dan ritual." Selain itu, kata dia, juga diperlukan forum-forum diskusi keagamaan guna meningkatkan wawasan keagamaan serta menambah wawasan aktual agar dimiliki kecakapan dan keterampilan sosial.
Di samping itu, pondok pesantren (Ponpes) juga dinilai memiliki fungsi pengembangan ilmu keagamaan, pengembangan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun serta pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sehingga perlu terus dikembangkan.
Direktur PK Ponpes Departemen Agama, Amin Haidar mengatakan, Daurah Tingkat Nasional tersebut berlangsung hingga 23 September, diselenggarakan Direktorat PK Ponpes bekerjasama dengan Pesantren Luhur Al-Wasilah Garut, diikuti 40 peserta terdiri dari pimpinan Ponpes se Indonesia.
Sejumlah narasumber dijadwalkan akan menjadi penyaji materi seperti mantan Menag Quraisy Shihab, para kiai dari Ponpes Modern Gontor Jawa Timur, bahkan juga akan hadir mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Pimpinan Pesantren Luhur Al-Wasilah KH Tantowi Jauhari Musaddad, MA mengemukakan, kegiatan serupa pernah dilaksanakan pada tingkat Wilayah Priangan, disusul tingkat Jawa dan Madura dan kini tingkat nasional.
Kegiatan itu, antara lain adalah pemberian wawasan kepesantrenan, keagamaan dan kekinian. Pihaknya juga berobsesi memproduksi katalog pesantren yang memiliki guru besar dalam ilmu tertentu, sehingga bisa menjadi dosen terbang ke pesantren lainnya.
Pernyataan Menag ini menandai sudah ada dua pejabat tinggi pemerintah yang resmi menyatakan Ahmadiyah terlarang. Sebelumnya, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono telah mengatakan telah dilarang oleh Kejaksaan sejak lama. (ant/wpd/cha)