Hidayatullah.com—Ancam pidana yang tertuang dalam revisi Rancangan Undang-undang KUHP untuk mempidanakan pelaku perzinaan pasangan normal (heteroseks) atau kelainan seperti homoseksual dan lesbian mulai mendapatkan penolakan.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Febionista, dikutip laman Voice of America mengatakan, perubahan itu tidak hanya akan sulit diterapkan tetapi juga bertentangan dengan komitmen internasional pemerintah bagi HAM.
“Ini akan menjadi kontraproduktif dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan HAM. Perubahan yang diusulkan negara mengenai perzinahan dan ilmu hitam, dipengaruhi kegagalan ajaran moral, terutama agama-agama tertentu. Ini tidak bisa serta merta diterapkan jika tidak berlaku universal,” kata Febionista belum lama ini.
Penerapan UU untuk mengekang pelanggaran seperti perzinahan, menurut Febionista, juga menunjukkan bagaimana Islam semakin berperan dalam politik Indonesia. Ia memperingatkan undang-undang yang lebih puritan mungkin akan disahkan di masa depan.
Ia juga menunjuk undang-undang penghujatan dan pencemaran nama baik dalam usul KUHP yang baru, yang menurutnya bisa membahayakan kebebasan berekspresi. Masuknya undang-undang tentang ilmu hitam, ia nilai, bisa bercampur-aduk dengan praktek-praktek kepercayaan tradisional.
Anggota Komisi III yang juga mantan Wakapolri Adang Daradjatun mengatakan pembahasan kedua RUU itu harus segera diselesaikan. Sebab, UU KUHP dan KUHAP yang lama tak lagi relevan dengan kondisi saat ini.
“Kalau bicara kapan target penyelesaian memang tidak ada. Tapi kalau berbicara kita ingin hukum pidana dan hukum acara pidananya diperbaiki, kewajiban kita bersama DPR, pemerintah dan masyarakat untuk mempercepat proses itu,” kata Adang kepada detik.
Adang mengatakan ada tiga pendekatan yang mendasari percepatan penyelesaian RUU KUHP dan KUHAP. Secara filosofis, KUHP harus diubah karena merupakan warisan Belanda.
“Secara sosial, peraturan harus menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang mempengaruhi perubahan sosial. Secara yuridis bahwa hukum itu berkembang dan harus ada penyesuaian,” ujar Adang.
Rencana pemmbahasan revisi KUHP akan dimulai 18 Maret ini. Dalam Rancangan Undang-Undang KUHP Bab XVI tentang Tindak Pidana Kesusilaan, hanya mempidanakan perzinaan homoseks dan/atau lesbian yang pelakunya atau salah satu pelakunya belum berusia 18 tahun, lantaran dianggap belum dewasa.
Yakni apabila pasangan pelaku zina-homoseks dan zina-lesbian sudah mecapai usia 18 tahun, hal itu dianggap bukan merupakan tindakan asusila ataupun kejahatan.
“Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sama jenis kelaminnya yang diketahui atau patut diduga belum berumur 18 tahun, dipidana dengan pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 7 tahun,” demikian bunyi pasal 492 Rancangan Undang-Undang KUHP.
Jika RUU ini lolos, mungkin ini bisa menjadi kabar gembira bagi pasangan homoseks/lesbian dewasa.*