Hidayatullah.com–Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama sejumlah organisasi masyarakat menggemakan Gerakan Nasional Perlindungan Anak. Gerakan ini sebagai respon atas maraknya kasus kejahatan terhadap anak belakangan ini, mulai dari pelecehan, kekerasan seksual, bullying hingga pembunuhan.
Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh menegaskan lembaganya menggandeng ormas agar bisa menjadi komitmen bersama untuk melindungi anak dari marabahaya. Menurutnya, pada saat ini dibutuhkan langkah-langkah extraordinary untuk melindungi anak.
“Semoga ini menjadi komitmen bahwa kita masih peduli menghadapi masalah yang menurut hemat kita sudah merah,” kata Asrorun saat membuka acara Gerakan Nasional Perlindungan Anak di kantor KPAI Jakarta, pada Jumat (09/10/2015).
Niam, demikian dia biasa disapa, menambahkan dengan adanya gerakan ini maka diharapkan akan bisa mendorong pemangku kebijakan untuk lebih memperhatikan perlindungan anak. Banyaknya kasus anak, salah satunya pembunuhan di Kalideres, Jakarta Barat, menurutnya, diharapkan menjadi resonansi yang baik bagi pemerintah.
“Kasus pembunuhan, kekerasan seksual, kabut asap, dan lain sebagainya, itu menjadi titik poin agar kita lebih care pada masalah anak,” tegasnya.
Sementara, pegiat anak Kak Seto menyatakan sangat mendukung adanya deklarasi Gerakan Sosial Perlindungan Anak. Menurutnya, dengan melibatkan organisasi masyarakat, maka perlindungan anak bisa secara optimal bisa diwujudkan.
“Kita harus mengapresiasi adanya gerakan nasional. Kita harus mendesak pemerintah untuk segera menangani kasus anak, salah satunya adalah kasus asap,” jelasnya.
Beberapa waktu lalu, Kak Seto menceritakan kunjungannya ke Palembang. Menurutnya, di tengah kebakaran asap, masih ada keluarga yang tinggal dan hidup di tengah asap.
“Tanggal 20 November adalah Hari Anak Se-dunia. Kita bisa menggunakan hari itu untuk semakin menggemakan gerakan perlindungan anak,” tuturnya.
KPAI menjadi inisiator lahirnya gerakan nasional agar mendapatkan sebuah resolusi terbaik bagi perlindungan anak di tengah masyarakat.
“Kita sampaikan adanya pancaroba perubahan sosial dari masyarakat agraris ke masyarakat modern dan industri, yang menyebabkan adanya perubahan, dan dampaknya menjadi sangat permisif terhadap pelanggaran perlindungan anak,” kata mantan Ketua Umum IPNU ini.
Dengan menggandeng ormas, KPAI menunjukkan persoalan anak melampaui kepentingan sektoral politik, agama dan sosial. Ormas yang hadir pun dari beragam latar belakang agama dan politik yang berbeda. Mereka semata-mata bekerja untuk kepentingan kemanusiaan.
“Kita berharap selain sanksi hukum ada sanksi moral yang harus terus disuarakan kepada para pelaku pelanggaran perlindungan anak,” kata Kak Seto.
Ada 7 poin yang dihasilkan dari deklarasi gerakan tersebut, yakni:
1. Membentuk cara pandang bersama tentang pentingnya perlindungan anak
2. Berkomitmen menciptakan lingkungan ramah anak
3. Menghadirkan simbol negara dalam perlindungan anak
4. Mendesak peranan tokoh agama untuk aktif membumi dalam perlindungan anak
5. Pemberatan hukuman kepada pelaku kekerasan anak hingga hukuman mati. Menerapkan sanksi
sosial seperti dikucilkan dan diasingkan.
6. Komitmen dan jati diri sebagai karakter bangsa untuk menumbuhkan kepercayaan diri sebagai bangsa yang santun dan beradab.
7. Terkait bencana asap, KPAI bersama jaringan akan membukan posko pengaduan, dan menyiapkan langkah hukum kepada korporasi atau individu yang menyebabkan bencana asap dan kerugian masyarakat.
Ormas yang hadir dalam Gerakan Nasional Perlindungan Anak adalah; Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatayat NU, Perempuang Bangsa, Kopri PB PMII, Korpus PP Wati, Paham Indonesia, SSQ-AEPI, Wahana Visi Indonesia, Gerakan Peduli Remaja, AILA, Nawala, ECPAT Indonesia, PIKI, Majelis Agama Bahai, Save The Children, Yayasan Sahabat Anak, GKI, JKLPK Indonesia, Rumah Faye, PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Satgas PA, PCK, HRWG, The Aceh Human, KONTRAS, KPPI Pusat.*