Hidayatullah.com– Pemerintah khususnya Kementerian Agama (Kemenag) perlu berperan lebih serius dalam rangka menyamakan pelaksanaan awal Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Demikian disampaikan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI, Ustadz Zaitun Rasmin, saat mengisi acara Tarhib Ramadhan 1438 H di kompleks DPP Hidayatullah, Jl Cipinang Cempedak 1, Polonia, Jakarta Timur, Ahad (21/05/2017) pagi-siang.
Harapan itu ia lontarkan menyikapi terjadinya perbedaan dalam penetapan maupun pelaksanaan awal dan akhir Ramadhan, termasuk 1 Syawal, di kalangan umat Islam khususnya di Indonesia selama ini.
Baca: Menimbang Urgensi Penyatuan Awal Ramadhan dan Dua Hari Raya Umat Islam [1]
“Sebetulnya ada titik temu, tapi sekarang belum bisa. Perlu peran yang lebih serius dari pemerintah khususnya Kemenag,” ujar Ketua Umum Wahdah Islamiyah itu di depan ratusan jamaah Hidayatullah se-Jakarta dan sekitarnya.
Ia pun berharap agar Kemenag melakukan berbagai pendekatan ke berbagai kelompok atau ormas Islam, dalam upaya penyamaan tersebut.
Seperti, kata dia, Kemenag melakukan pendekatan-pendekatan ukhuwah.
Menurut Zaitun, berdasarkan sebuah Hadits yang dinukilnya, puasa Ramadhan merupakan ibadah yang dilakukan umat Islam secara bersama-sama. Khususnya kata dia yang berada dalam suatu kawasan tertentu.
Baca: Soal Awal Ramadhan dan Syawal, Muhammadiyah: Perlunya Kalender Islam Untuk Satukan Umat Islam
Sehingga, menurutnya, “Yang ideal bagi umat Islam adalah memulai dan mengakhiri puasa secara bersama-sama, bukan berbeda-beda sehari (atau lebih).”
Begitu pula secara khusus di Indonesia, ia berpendapat idealnya umat Islam berpuasa Ramadhan dan berlebaran secara berbarengan.
Namun, faktanya tidak demikian. Seringkali yang terjadi adalah ketidaksamaan pelaksanaan awal Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Jangankan senegara Indonesia, bahkan dalam satu RW pun, kata dia, perbedaan pelaksanaan hari Shalat Id itu lumrah terjadi.
“Bahkan ada satu rumah beda (pelaksanaan waktu) shalatnya,” ujarnya lantas disambut tawa hadirin.
Zaitun mengaku sangat menyayangkan terjadinya perbedaan demikian. Situasi ini kata dia perlu segera diatasi. Diharapkan, umat Islam khususnya di Indonesia ke depan bisa bersama-sama dalam memulai ibadah Ramadhan dan Idul Fitri.
“Di negeri kita di Indonesia sampai hari ini problem tersebut belum teratasi,” imbuhnya.
Pernah diberitakan hidayatullah.com, pada 2015 lalu, Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin menyatakan, saat itu kementerian yang ia pimpin terus berupaya dalam menyamakan penetapan awal Ramadhan, 1 Syawal, dan Dzulhijjah (Idul Adha).
Baca: Menteri Agama berupaya samakan penetapan awal Ramadhan
“Kami terus upayakan menyamakan cara pandang dalam memahami hilal,” ujarnya saat kunjungan ke Bengkalis, Riau, Kamis, 7 Mei 2015.*