Hidayatullah.com—Pengacara Eggi Sudjana akhirnya mengklarifikasi berbagai pihak dalam menanggapi pikirannya saat gugatan uji materi terkait Peraturan Pemerintah Penggantin Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) di Mahkamah Konstitusi yang dianggap banyak disalahpahami.
Sebelumnya, santer diberitakan bahwa Eggi mengatakan jika Perppu Perpu no 2 / 2017 ttg Ormas diberlakukan, maka konsekuensi hukumnya adalah siapapun atau apapun ajaran yang bertentangan dengan Pancasila harus dibubarkan.
“Pertanyaan seriusnya, ada gak ajaran lain selain Islam tentang Ketuhanan Yang Maha Esa? Itu bertentangan, itu serius,” kata Eggi kepada hidayatullah.com.
Sebelumnya, Eggi ikut hadir sebagai pemohon judicial review Perppu Ormas dalam sidang ahkamah Konstitusi (MK), 02 Oktober 2017, ia berpandangan, dalam Sila Pertama Pancasila terkait konsep ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, hanya Islam satu-satunya agama meyakini keesaan Tuhan. Seharusnya sebagai konsekwensi hukum dari Perpu ini, maka, selain Islam harus dibubarkan. Argumen ini dia sampaikan kala itu untuk menguatkan argumentasi pokok permohonan perkara uji materi Perppu Ormas.
Tetapi jika dianalis secara toleransi, dalam sejarah ajaran Islam ada ‘lakum dinukum waliadin’, maka, ajaran agama Non Islam tidak boleh dibubarkan. Makanya saya menolak Perpu no 2/2017. Jadi jangan salah paham denga saya justru saya berjuang untuk toleransi tersebut yang dihilangkan dengan berlakunya Perpu No.2/2017 tersebut.”
Menariknya, kesalahpahaman ini membuat Eggi dilaporkan ke polisi, karena dinilai berpotensi menimbulkan kegaduhan sosial.
Tidak itu saja, Eggi mengaku mendapat respon negatif dari berbagai pihak, seperti Dr Mahfud MD dan pendeta Romo Magnis Suseno, dan Imam Besar Masjid Istiqlal, Dr Nasaruddin Umar.
“Dalam kerja dakwah ajaran Islam yang dikaitkan dengan Perppu No. 2 Tahun 2017, ada yang mengatakan saya keliru, bodoh, dan sombong,” terang Eggi Sudjana kepada hidayatullah.com melalui keterangan tertulis belum lama ini.
Eggi menjelaskan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila hanya senafas dengan konsep Tauhid di dalam Islam.
“Logikanya yang logis menjelaskan diri kita adalah kita sendiri, juga demikian yang logis menjelaskan tentang Tuhan adalah Tuhan itu sendiri melalui kitab-Nya atau wahu-Nya yang diajakran kepada Rasulullah Muhammad. Jadi janganlah Tuhan dijelaskan oleh fikiran kita sendiri atau opininya sendiri, sehingga ketika tidak mampu menjelaskan lalu dibilang misteri maka diimani saja,” terangnya.
Eggi kemudian mengutip ayat Al-Quran Surah Al-Maidah ayat 17 yang berbunyi, “Sungguh telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam. Katakanlah: Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?.” Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Yang kemudian disusul dengan Surah Al-Maidah ayat 116, 117.
Atas landasan tersebut Eggi berkesimpulan bahwa, ada perbedaan jelas antara Tauhid dalam Islam dengan Trinitas dalam Kristen.
“Sangatlah jelas terang benderang penjelasan Allah tentang diri-Nya bahwa Dia bukan Trinitas apalagi Mahfud MD menyamakan dengan matahari dan cahaya-Nya, juga Nasaruddin Umar menyamaratakan zat dan sifat Allah Subhanahu Wata’ala,” tegasnya.
Baca: Terkait Tujuh Kata di Piagam Jakarta, Hatta Bilang “Ketuhanan yang Maha Esa sesuai Prinsip Islam
“Kalau Franz memang bukan Islam, jadi tidak perlu dikasih tahu lagi. Kini saudaraku Mahfud MD, Nasaruddin Umar, jika masih terus begitu pendapatnya, apa mesti disamakan dengan Franz, “ imbuhnya menegaskan.
Kemudian Eggi merujuk pada kronologi Sejarah Pancasila dimana Ketuhanan Yang Maha Esa jelas-jelas mengacu pada ajaran Islam.
“Secara historis bangsa Indonesia dalam pembuatan UUD 45 khususnya masuknya kata Esa itu atas usul Ki Bagus Hadi Kusumo yang sebelumnya pada tanggal 1 Juni 1945 kata Ketuhanan ditempatkam urutan ke 5 oleh Bung Karno, lalu diperdebatkan akhirnya tanggal 22 Juni 1945 di pindahkan ke No 1 menjadi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta.
Disitu belum masuk kata esa, lalu masuknya kata esa pada tanggal 18 Agustus 1945 yang atas usul Ki Bagus Kusumo tadi di sebutkan sebelumnya, yang menurut penjelasan Ki Bagus kata esa itu diambil dari Surat Al Ikhlas qul huallah hu ahad.
Lebih lanjut Eggi menjelaskan bahwa UUD 45 dengan tegas mengatakan bahwa yang dimaksud Tuhan Yang Maha Esa adalah Tuhan dalam ajaran Islam.
“Juga mesti diingat pernyataan negara RI berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 29 ayat 1 dari UUD 45) bahwa yang di maksud Tuhan Yang Maha Esa tersebut adalah Allah, karena dalam mukadimah UUD 45 hanya Allah yang disebutkan dalam alinea ke 3 Pembukaan UUD 45 tidak ada disebut nama tuhan lain, maka dari itu saya berpendapat hanya ajaran atau paham Islam-lah yang sesuai dengan Pancasila. Lalu kelirunya dimana dan bodoh serta sombongnya yang mana?” tulis Eggi.
Dengan keterangan ini Eggi mengaku tidak akan berpolemik lagi soal ini dengan alasan untuk mengamalkan sila ke 3 Pancasila.
“Setelah tulisan ini saya tidak berkenan berpolemik lagi karena demi menjaga sila ke 3 Pancasila Persatuan Indonesia.
Tidak apa saya dianggap keliru, bodoh dan sombong serta dilaporkan polisi, saya hanya minta tolong kepada Allah sesuai perintah-Nya dalam Surat Al-Baqarah ayat 153 yaitu dengan iman, sabar dan sholat. Aamiin, nuhun sadayana,” pungkasnya.*