MOMEN Maulid Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) biasa diperingati umat Islam hanya sebatas seremonial. Biasanya, Maulid Nabi diperingati hanya dengan berkumpul dan makan bersama, mengundang ustadz penceramah, dan ada yang melantunkan syair pujian dan nyanyian. Alasannya sederhana, bukti kecintaan kepada Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم). Tapi setelah itu semua kembali seperti biasa, tak ada nilai-nilai dari Rasulullah yang diambil dan dijadikan pelajaran.
Kecintaan sesungguhnya kepada Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) seharusnya dibuktikan dengan mengikuti (ittiba’) sunnah atau jalan hidup yang ditempuhnya, yakni hidup berdasarkan syariat Islam agama yang sempurna (QS. Al Maidah: 3). Dengan mengikuti Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam berarti umat Islam berada di jalan yang lurus (QS. Al An’am: 153) dan telah membuktikan cintanya kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman: Katakanlah (Muhammad), jika kamu benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku (QS. Ali Imran: 31).
Akhlak Rasulullah
Salah satu misi diutusnya Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) ke muka bumi adalah menyempurnakan aqidah dan akhlak manusia.
Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad).
Akhlak dalam bahasa kekinian berarti karakter. Karakter adalah kepribadian yang dimiliki seseorang yang bersifat mengikat pada diri dan mewarnai kehidupannya yang berdasarkan nilai-nilai yang diyakini. Jika keyakinan itu berupa nilai-nilai keislaman, maka akhlak atau karakter yang terbentuk tentu islami.
Akhlak dalam pandangan Islam, memiliki makna yang dalam. Kebaikannya bersifat mutlak, menyeluruh, langgeng, dan kewajiban yang harus dipatuhi. Suatu perbuatan baru yang dilakukan diluar kebiasaan, tidak disebut sebagai akhlak. Karena akhlak harus dilakukan berulang-ulang dan timbul dengan mudah tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Dan bagi pelanggarnya ada sanksi, yaitu dosa (Ensiklopedi Islam, Van Hoeve, Jakarta).
Ali bin Abi Thalib pernah ditanya: “Bagaimanakah akhlak Rasulullah?” Beliau menjawab dengan membaca Firman Allah:
إِنَّمَا الحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَإِن تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا يُؤْتِكُمْ أُجُورَكُمْ وَلَا يَسْأَلْكُمْ أَمْوَالَكُمْ
“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan gurauan.” (QS. Muhammad: 36). Dunia yang besar dan luas ini menurut pandangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala hanyalah sebuah permainan dan gurauan, tidak mampu untuk dijelaskan, lalu bagaimana mungkin akan menjelaskan akhlak Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) yang menurut Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah tinggi dan agung?
Dalam firman-Nya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas akhlak yang agung.” (QS. Al Qalam: 4).
Ummul mukminin, Aisyah ra., juga pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم). Dengan sederhana Aisyah ra. Menjawab, inti segala akhlak Rasulullah adalah Al-Quran.
Fakta Panjang Umur
Tentu banyak akhlak Rasulullah yang tidak semua bisa kita tiru. Barangkali, ada baiknya kita meniru satu saja dalam bahasan kali ini, yakni akhlak Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) tentang bermuka manis dan tersenyum.
Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) mengingatkan: “Jangan engkau remehkan apa saja dari kebaikan, meskipun engkau bermuka manis (tersenyum) saat bertemu saudaramu.” (HR. Muslim).
Dalam hadits yang lain disebutkan, “Senyummu terhadap saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tarmidzi).
Adalah Jabir, seorang sahabat Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم). Beliau berkata: “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak memandangku kecuali dengan tersenyum kepadaku.” (HR. Bukhari-Muslim).
Setelah melewati 14 Abad lamanya, terbukti elaui fakta ilmiah yang disumbangkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Senyuman yang ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta’aa memberi efek yang luar biasa bagi hubungan dan kesehatan tubuh manusia. Sebaliknya, senyum yang tidak ikhlas, getir, mengandung unsur kepentingan, tuntutan sebuah pekerjaan, tidak akan memberi kebaikan apa-apa.
Para psikolog dari University of California, AS, pernah meniliti 141 buah foto tahunan pelajar SMU. Sebelum pemotretan, fotografer selalu berkata “smile”. Dari foto-foto tersebut dipilah senyuman para pelajar yang kesannya dibuat-buat atau dipaksakan (fake smile) dan senyuman yang dianggap asli dan tulus (genuine smile). Saat mantan pelajar itu sudah berumur 27, 43, dan 52 tahun, mereka ditanya tentang status pernikahan dan kepuasan hidup mereka.
Kesimpulan hasil penelitian tersebut menunjukkan, bahwa kaum wanita yang memiliki genuine smile rata-rata merasa puas dan kuat menjalani hidup, memiliki kelanggengan dalam berumah tangga dibandingkan yang lainnya. Benarlah sabda Rasulullah SAW: Kamu tidak akan bisa mempererat manusia dengan hartamu, tapi pereratlah manusia dengan muka ceria (senyuman) dan akhlak yang baik (HR. Abu Ya’la disahihkan oleh Al Hakim).
Psikolog Elly Risman dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), juga pernah meneliti tentang senyuman. Hasilnya, senyum itu mampu mencegah agresivitas dan merupakan sedekah pertama buat otak. Dengan tersenyum batang otak menjadi dingin. Batang otak yang dingin pencetus keluarnya kelenjar seretonim yang anti agresivitas. Dengan senyuman kita memberi enzim vitamin untuk otak sendiri dan untuk orang lain.
Peneliti lain, Profesor Lee, Herbert M Lefcourt dalam bukunya “Handbook of Positive Psychology”,menulis secara terinci efek humor pada kesehatan fisik dan mental: (1) humor sebagai aset positif dalam pemulihan dari kesakitan, (2) humor sebagai cara koping yang efektif, (3) humor dan fungsi sistem imun, (4) humor dalam mengatasi guncangan fisiologis karena stress. [Herbert M Lefcourt, Handbook of Positive Psycology, Oxpord University Press, 2002, h. 619]
Fakta lain ditunjukkan Marianne LaFrance, PhD dalam buku terbarunya, “Lip Service”. Profesor Psikologi Universitas Yale itu mengungkapkan penelitian terbaru di lapangan manfaat dan efek senyum yang dilihat secara biologi sampai antropologi. Penelitian ini menemukan beberapa fakta (tepatnya 6 fakta). Tentu saja yang tidak kalah penting adalah senyum berhubungan dengan panjang umur. Setidaknya terbukti kalau senyum melepaskan energi positif yang berhubungan dengan kebaikan.
Tersenyum adalah kegiatan yang mudah, tidak perlu dibayar, dan tidak ada yang memaksa. Jika selama ini senyuman terlalu mahal untuk orang lain, buatlah ia menjadi sedekah yang paling murah. Modalnya hanya dengan wajah manis, ceria dan ditambah ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ingatlah, Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) sekali saja bermuka masam, Allah Subhanahu Wa Ta’ala langsung menegurnya dengan menurunkan 16 ayat dari 42 ayat dalam surat ‘ Abasa yang berarti: “bermuka masam.”
Pertanyaannya, berapa kali wajah dan hati kita masam, cemberut, dan kusam?
Adalah Abdullah bin al-Harits bin Juz r.a. menceritakan, “Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih banyak tersenyum selain Rasulullah.” (Riwayat At-Tirmidzi)
Sedang Jarir bin Abdullah r.a. menceritakan, “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah menghalangiku dan tidaklah beliau memandangiku melainkan sambil tersenyum.” (Shahih Muslim).
Bayangkanlah jika diri kita, keluarga kita, tetangga kita, bahkan Bangsa Indonesia mencontoh satu saja dari akhlak Rasullah ini, apa kira-kira hasilnya?
Bisakah di antara kita semua saling menasehati, saling mengingatkan dan saling bekerja membangun bangsa ini dengan semangat ‘senyum ala Rasulullah?’ Barangkali, ketegangan, saling bentrok, kekerasan, adu-jotos, adu-otot, adu-domba akan segera sirna, sebab semua orang datang dengan hati dan wajah “senyum” serta dengan semangat kebaikan. Wallahua’lam. */Lidus Yardi, penulis guru SMKN 3 Teluk Kuantan dan Sekretaris Majelis Tabligh Muhammadiyah Kuantan Singingi
Foto: indonesiaberprestasi.web.id