Sambungan artikel PERTAMA
Syarat Membangun Jamaah
Untuk mewujudkan jamaah umat Islam secara utuh memang perlu waktu dan tidak semudah membangun gedung atau mengelola lahan. Tetapi, syariat Islam sendiri telah menuntun kita untuk bisa memulainya dari masing-masing individu kaum Muslimin.
Pertama menguatkan silaturrahim. Jika silaturrahim antar umat Islam, antar organisasi Islam, antar pemuda Islam berjalan dengan baik, lambat laun jiwa persaudaraan (ukhuwah) akan menguat dengan sendirinya.
Dalam silaturrahim kerja sama bisa dibangun, sehingga bisa membuka segala kemungkinan baru dalam hidup ini. Kemudian akan terbiasa untuk saling mendengarkan, belajar dan tumbuh bersama, sehingga akan sangat mungkin ketika terjadi komunikasi untuk mengatasi suatu masalah yang terjadi di tengah-tengah umat, penyelesainnya bisa berjalan cepat dan efektif.
Misalnya, dalam kasus terompet dengan bahan cover Al-Quran, jika silaturrahim antar tokoh umat telah berjalan dengan baik, maka pihak umat Islam tidak perlu terlalu riuh di media, cukup dengan mendorong kepolisian untuk menindak kasus tersebut sesuai hukum yang berlaku dan meminta polisi untuk mengumumkan hasil temuannya ke tengah-tengah publik.
Dalam silaturrahim nantinya juga akan memungkinkan terbukanya kran-kran pemikiran kreatif dan inovatif, sehingga umat Islam mampu tampil menyelesaikan masalah internalnya. Karena tidak mungkin permasalahan yang dihadapi umat ini akan dibantu apalagi diselesaikan oleh umat lain, mustahil.
Kedua, menjauhi perselisihan. Silaturrahim mungkin saja berjalan, tetapi tanpa hati yang lapang (legowo) dalam menyikapi perbedaan, semua akan nampak baik di permukaan. Namun tidak mendorong kekuatan apapun dalam kenyataan. Menarik apa yang dilakukan oleh Ibn Mas’ud Radhiyallahu anhu.
Kala Abdullah bin Mas’ud berhaji bersama Amirul Mukminin Utsman bin Affan. Utsman mengerjakan shalat empat raka’at di Mina dengan disempurnakan, sementara Sunnahnya cukup diqashar.
Utsman menyempurnakan shalatnya berdasar ta’wil syar’i tertentu, sementara Ibnu Mas’ud berkata, “Sunnah Rasulullah adalah mengerjakan sholat di Mina dua raka’at untuk shalat yang empat raka’at.”
Namun anehnya, Ibnu Mas’ud tetap bermakmum di belakang Utsman dan tidak memisahkan diri. Orang-orang keheranan dan bertanya, “Wahai Ibnu Mas’ud, engkau mengatakan seperti itu tetapi tetap shalat bersama Utsman empat raka’at. Mengapa!?”
Beliau menjawab, “Berselisih itu lebih buruk! Berselisih itu lebih buruk! Berselisih itu lebih buruk!” (HR. Abu Dawud).
Apabila dua langkah utama yang bisa disebut sebagai syarat terbangunnya jamaah kaum Muslimin bisa dijalankan penuh komitmen, insya Allah umat Islam tidak akan dipandang remeh oleh umat lain. Sebaliknya, umat Islam akan terdepan, berpengaruh dan menginspirasi dunia karena kekuatan jamaahnya. Karena umat Islam saat itu telah mewujud dalam jamaah sebagaimana masa Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam.
Hidup di zaman fitnah dan rekayasa (makar) diperlukan kesabaran dan kecerdasan, terutama membaca tanda-tanda zaman. Bukan dengan banyaknya membaca informasi di media dan koran, tetapi kembali pada al-Quran dan mengikatkan hati dan diri dengan berjamaah dan saling mencintai karena Allah. Wallahu a’lam.*