IHLAS bukan sekedar kata yang mudah terucap, lidah tak bertulang, siapa saja bisa menyatakan diri ikhlas, saat tertimpa musibah lalu bertutur seraya duduk manis dan mengelus dada, “saya sudah ikhlas dengan semua ini”. Pun saat berbagi seraya berkata; “saya sudah ikhlas membantu”. Justru sebenarnya dia belumlah ikhlas secara utuh, karena ikhlas tempatnya bukan di ujung lidah namun di hati.
Pembuktian tulus tidaknya adalah sejauh mana seseorang pandai menyembunyikan apa yang sedang dikerjakan dan dirasakannya. Semakin pandai menyembunyikan suatu amalan, maka buahnya akan semakin manis, bahkan lebih manis daripada madu. Itulah ikhlas.
Ikhlas merupakan salah satu amalan hati yang begitu mulia dan termasuk perintah Allah Ta’ala, seseorang dapat mengusahakan keikhlasandalam setiap amalnya dengan memperhatikan kiat-kiat berikut, diantaranya :
Pertama, mengagungkan Allah Ta’ala dengan mengesakanNya, meyakini bahwa hanya kepadaNya manusia menyembah dan memohon pertolongan.
Kedua, mengenal makhluk Allah Ta’ala, bahwasanya kita adalah makhluk yang diatur, lemah, fakir di hadapan Tuhannya dan amat disayangkan bila kita menggugurkan amalannya hanya karena ingin dilihat dan dipuji oleh makhluk Tuhan dan jangan pula berharap pada makhluk.
Ketiga, mengenal hawa nafsu sebagai sumber setiap kejahatan dan kejelekan
Keempat, merenungi bahaya riya di dunia dan akherat serta meyakini keutamaan ikhlas sebagai sumber kebahagiaan di dunia dan di akherat.
Kelima, merenungi bahwa ajal kematian datang secara mendadak dan takut jika nanti kematian menjemput kita di saat keadaan yang tidak ikhlas dalam beramal (su’ul khatimah).
Praktek belajar menjadi orang ikhlas, sebagai berikut :
–Membayarkan hutang kerabat atau orang lain tanpa sepengetahuannya.
–Menyantuni anak yatim secara rutin tanpa menyebutkan identitas dan alamat.
–Membantu biaya anak yang putus sekolah.
–Membantu ekonomi orang yang sudah lanjut usia, janda miskin, seseorang yang mengalami kebutaan dan lemah secara fisik.
–Gemar berbagi dan semangat dalam menyebarkan kebaikan tanpa pamrih.
–Memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala agar membimbingnya menjadi pribadi yang ikhlas dalam beramal.
Contoh praktek belajar ikhlas:
Di masyarakat yang notabennya dengan ekonomi menengah ke bawah, Anda bisa mempraktekkan amalan kebajikan dan menjadi pribadi yang ikhlas dengan cara berikut :
- Datangilah toko atau warung sembako yang ada di daerah Anda atau daerah dengan masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
- Lalu tanyakanlah kepada pemilik warung perihal daftar hutang dan orang-orang yang menghutang di tempat tersebut.
- Buatlah kesepatakan antara Anda dan pemilik warung untuk menjaga rahasia perbuatan anda.
- Jika Anda mampu dan memiliki rizki yang Allah Ta’ala lebihkan kepada Anda, maka mulailah Anda membayarkan hutang mereka pada pemilik warung sembako tersebut.
- Tanamkanlah keyakinan pada diri Anda bahwa mereka menghutang bukan karena keinginan mereka tetapi karena keadaan mendesak dan alasan ekonomi yang kurang mengijinkan, sehingga Anda benar-benar yakin saat membantu mereka karena kelemahannya.
- Setelah itu pergilah Anda tanpa banyak berharap akan pujian, komentar dan ucapan terima kasih dari manusia termasuk dari pemilik warung akan perbuatan baik A
- Cukuplah balasan untuk kebaikan Anda hanya dari Allah semata tanpa berharap dari makhluk.
وَيُطۡعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسۡكِينً۬ا وَيَتِيمً۬ا وَأَسِيرًا (٨) إِنَّمَا نُطۡعِمُكُمۡ لِوَجۡهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمۡ جَزَآءً۬ وَلَا شُكُورًا (٩) إِنَّا نَخَافُ مِن رَّبِّنَا يَوۡمًا عَبُوسً۬ا قَمۡطَرِيرً۬ا (١٠)
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.” (QS. Al Insaan: 8-10)
Sedikit cerita, ketika saya berada di negeri seribu benteng Maroko, ada kejadian unik dan ini berlaku di Negara-negara Arab umumnya. Ketika saya dan teman-teman pelajar belanja kebutuhan pokok di pasar atau super market, membeli daging, bumbu-bumbu, sayur-sayuran dan kebutuhan lainnya.
Di saat kami hendak membayar, tiba-tiba sang penjual berkata; “Sudah dibayar”, loh kok bisa, kamipun heran, siapakah gerangan yang sudah membayar, kami tidak menyadari sebelumnya ternyata ada orang yang sedang memperhatikan kita, diam-diam dia membayarkan seluruh belanjaan.
Uniknya sang pembayar tanpa memberi salam, tanpa tegur sapa dan tanpa satu katapun terucap kepada kami, sehingga kami tidak sempat berterima kasih, hanya bisa berdoa semoga Allah Ta’ala menggantinya dengan yang lebih baik. Hingga akhirnya cerita-cerita serupa sudah biasa terdengar bagi rekan-rekan yang pernah belajar di Timur Tengah pada umumnya.*/Guntara Nugraha Adiana Poetra, Pimred (Islamic Studies Center Online (ISCO)