Saya mengusulkan kepada Bapak Karni Ilyas agar selektif dalam memilih tamu undangan dalam acara Bapak. Kegiatan acara Indonesia Lawyers Club (ILC), bertema “Setelah 411” Selasa, 8 November 2016 malam menjadi kurang menarik dan berkurang semangat keilmiahannya ketika Syafii Ma’arif dan Yenni Wahid memaparkan pendapatnya yang sangat tidak esensi dan memperlihatkan kapasitas yang tidak sebanding dengan pemateri lainnya.
Jika Yenni Wahid menyatakan bahwa ketika manusia sudah pergi ke Bulan, manusia masih senang terlibat dalam pertikaian, maka Syafii Ma’arif masih sibuk dengan pesan-pesan HOAX di dalam handphone-nya, ketakutannya dengan demo berjumlah besar namun ternyata tidak apa-apa, menegaskan bahwa dirinya hanya kenal ‘calon tersangka’ sekedarnya saja, mengingatkan bahwa ‘calon tersangka’ tidak jahat, meyakini bahwa ‘kebenaran tidak bisa dikalahkan dengan emosi’, dan menceritakan saling berbalas SMS beliau dengan sosok guru kami, Prof. Dr. Didin Hafidhuddin.
Menjadi lebih tidak menarik lagi melihat paparan non-esensi dari Syafi’i Ma’arif ketika setelah beliau memperkenalkan sosoknya sebagai orang tua berumur 81 tahun, mengakui diri bukan ahli, tidak mengerti tafsir mendalam namun menyebutkan bahwa dirinya ‘mengerti benang merahnya’ dan bahwa landasan teologis sikap keagaman MUI belum kokoh.
Bahkan untuk kedua kalinya beliau mengklaim bahwa ada banyak ahli tafsir yang bersesuaian dengan beliau tapi tidak berani bersuara. Berdalil Q.S. Al-Maidah [5] ayat 8 beliau menyebutkan bahwa Q.S. 5:51 telah diplintir. Bagi saya, ini satu untaian kalimat yang agak susah dimengerti.
Atas ketidakfokusan Syafi’i Ma’arif, dua ulama umat Islam mengingatkan beliau dengan prinsip ilmu yang luar biasa.
Aa Gym menasihati beliau tentang SMS perdebatan di HP beliau dihapus saja, tidak perlu diceritakan ke orang. Adapun berita-berita HOAX perlu diteliti dahulu sumbernya.
Aa Gym Nasihati Kapolri: Peserta Aksi Bela Islam Jangan Dimusuhi!
Habib Ahmad Al Kaff menasihati beliau jangan memplintir kalimat seseorang, dan mengingatkan satu ayat Allah dalam hal ilmu, ” fas-alū ahl adz-dzikri in kuntum lā ta’lamūn, maka bertanyalah kepada ulama jika engkau tidak mengetahui, sehingga tanyalah kepada ahli, bukan kepada sembarangan orang. Jika ada orang-orang yang berkata kepada beliau, maka lihat dahulu siapa yang berbicara, tidak semua perlu ditanggapi. Maksud kalimat tangkap itu maknanya adalah segera proses.
Kedua ulama ini pun mengingatkan perlunya juga merevisi beberapa kalimat dari Kapolri:
Habib Ahmad Al Kaff menegaskan bahwa Aksi Damai Bela Quran atau Aksi Damai 411 adalah demo damai sampai akhir.
MUI adalah yang paling patuh terhadap hukum dengan membuat sikap keagamaan dengan sumber bukan dari Buni Yani. Maka proses jangan dicampuraduk. Perkara Buni Yani itu urusan Buni Yani, jangan dicampurkan dengan penyelidikan Ahok.
Tanyakan domain agama kepada ahli agama, bukan kepada yang bukan ahli agama.
Demo pertama 14 Oktober sejatinya juga demo damai, bahkan begitu ingin berniat baik, meski izin sampai jam 6 sore, jam 4 sudah pulang (dikorting), karena kepastian hukum telah diperoleh. Namun setelah 3 (tiga) minggu masa penantian ternyata tidak ada pergerakan, disinilah umat kemudian bangkit dan tidak pernah takut kepada apapun dalam bergerak. Namun demo ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak perlu ditakuti.
Aa Gym mengingatkan bahwa tidak ada wajah jahat dari para peserta demo, mereka bergerak dengan sendirinya. Yang beraksi jangan diangap musuh, justru mereka adalah aset bangsa sesungguhnya. Mereka terluka tapi tidak membalas dan merusak. Tidak ada yang terancam, sampai rumput sekalipun dijaga. Mereka tidak minta negara dan harta, hanya minta adil yang kita cita-citakan. Untuk itu, jangan selalu obrolin masalahnya, tapi kita harus ambil pelajaran dari masalah.*
Wido Supraha | Jakarta