SEBAGAIMANA telah Anda maklumi bahwa yang dimaksud qira’atul Qur’an atau tilawatul Qur’an pada masa dahulu identik dengan Tahfizhul-Qur’an. Sebab, pada masa itu kertas belum ada. Sarana tulis menulis masih sangat terbatas. Di samping itu, mayoritas kaum muslimin masih ummi, tidak bisa membaca dan menulis. Oleh sebab itu, menghafal al-Qur’an merupakan cara yang pas bagi mereka agar dapat membacanya.
Ketika Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam meninggal dunia, sebagian besar para sahabat telah hafal al-Qur’an dengan keterbatasan masing-masing. Kebiasaan yang mereka lakukan semasa Rasulullah hidup; menerima ayat, menghafalnya, mempelajari ilmu dan amalannya, dan menjadikan mereka potret-potret al-Qur’an hidup.
Setiap hari lisan mereka basah oleh alunan ayat-ayat al-Qur’an. Siang dan malam hari merupakan waktu-waktu yang sama mulianya bagi para penghafal al-Qur’an untuk me-muraja’ah-nya. Apabila ada ayat yang lupa, maka mereka langsung mengeceknya kepada sahabat yang lain.
Meski tidak semua dari mereka memiliki hafalan yang baik, namun tinta sejarah mengukir generasi emas tersebut. Mereka mampu menyelamatkan otentisitas al-Qur’an dengan mengandalkan kekuatan hafalan sebagai pondasi utama. Kelemahan mereka dalam menulis dan membaca, telah menjadi pemicu untuk memunculkan potensi manusiawi lainnya. Mereka adalah generasi huffaz yang mewujud di muka bumi. Selanjutnya, tradisi menghafal al-Qur’an terus berlanjut selama berabad-abad hingga sekarang. Para ulama kita menyebutnya dengan Tahfizhul-Qur’an.
Di sisi lain, menghafal al-Qur’an merupakan sarana mengasah otak, mempertajam daya ingat, dan sekaligus antitesis terhadap kejenuhan membaca al-Qur’an bin-nazhar (dengan cara melihat/membaca). Orang yang menghafal al-Qur’an tidak akan merasa jemu membacanya dan muraja’ah-nya sampai kerongkongan kering, suara serak, dan terkadang hingga mulut berbusa. Inilah amalan yang berpahala besar di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Merekalah sejatinya yang patut mendapat syafaat al-Qur’an di hari Kiamat, karena ketika di dunia mereka telah banyak membacanya dengan segala kepayahan. Mereka adalah kelompok seperti yang disabdakan Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam:
“Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan memberikan syafaat kepada para pembacanya.” (HR. Muslim; 1.337)
Menghafal al-Qur’an tidak dapat sendiri, dibutuhkan seorang ustadz yang hafizh untuk menerima setoran hafalan. Maka yang pertama kali Anda lakukan adalah mencari majelis atau lembaga tahfizhul-Qur’an. Daftarkan nama Anda sebagai salah satu peserta. Dan ikuti kebiasaan para penghafal al-Qur’an sebelumnya, ikuti saran-sarannya karena mereka lebih dahulu berpengalaman. Inilah sarana yang ada untuk menghafal al-Qur’an saat ini.*/Sudirman STAIL (sumber buku: Agar Bacaan Al-Qur’an Anda Tak Sia-sia, penulis: Irfan Abdul ‘Azhim)