Hidayatullah.com—Polisi di Berlin menangkap 300 orang saat protes menentang kebijakan-kebijakan yang membatasi kehidupan mereka selama pandemi Covid-19.
Sekitar 38.000 orang turun ke jalan di kota itu untuk ambil bagian dalam aksi protes itu, yang sebagian besar berlangsung damai.
Sekitar 200 orang ditangkap dalam satu lokasi aksi protes di Grandenburg Tor yang rusuh, yang menurut pihak berwenang dipicu oleh agitator-agitator sayap kanan-jauh yang kata aparat melemparkan batu dan botol.
“Sayangnya, kami tidak memiliki pilihan lain,” kata Kepolisian Berlin di Twitter hari Sabtu (29/8/2020) seperti dilansir BBC. “Semua kebijakan yang diambil sejauh ini disebabkan peraturan (berunjuk rasa) tidak dipatuhi.”
Kelompok demonstran kedua yang diikuti sekitar 30.00 orang berkumpul dengan lebih damai untuk mendengarkan pidato-pidato pemimpin protes.
Termasuk yang ditangkap dalam aksi-aksi protes itu adalah penulis buku masak yang juga seorang pengusung teori konspirasi Attila Hidmann, yang menyapa kerumunan orang melalui pengeras suara di dekat Kedutaan Besar Rusia di Unter den Linden.
Sejumlah demonstran lantas menerobos penghalang di gedung Reichstag dan berusaha dibubarkan oleh polisi dengan menggunakan semprotan merica.
Situs berita Deutsche Welle melaporkan bahwa bendera-bendera dan T-shirt pendukung kelompok kanan-jauh terlihat di antara kerumunan tersebut.
Unjuk rasa di sekitar monumen Siegessäule (Pilar Kemenangan) digelar oleh gerakan Querdenken 711, organisasi yang berbasis di Stuttgart). Di media sosial Facebook kelompok itu memiliki 16.000 pengikut dan sebagian besar berkomunikasi lewat app Telegram.
Kelompok tersebut meyakini beragam regulasi berkaitan dengan Covid-19 telah melanggar hak-hak dasar dan kebebasan yang dijamin sepenuhnya oleh konstitusi Jerman, dan mereka ingin berbagai aturan yang membatasi itu agar dicabut.
Sebelumnya, pada 1 Agustus kelompok yang sama pernah menggelar aksi protes serupa di Berlin dengan tajuk “Hari Kebebasan”. Ribuan orang menyemut memprotes kebijakan pemerintah, dan di antara mereka banyak penganut teori konspirasi yang tidak percaya Covid-19 itu benar ada.*