Covid-19 itu solid bersekutu melawan umat manusia, membuat manusia panik, terbukti mampu menghancurkan ekonomi suatu negara
oleh: Ady Amar
Hidayatullah.com | DALAM beberapa bulan ini saja, entah berapa banyak keluarga dan sahabat yang secepat kilat pergi meninggalkan kita. Belum lagi pemberitaan yang silih berganti memberitakan tentang kematian disebabkan virus Covid-19, terutama varian barunya, varian Delta dari India.
Delta merupakan varian baru, yang pertama kali muncul di India, entah oleh sebab apa. Para ahli masih menyelidikinya dan mencoba menemukan komposisi vaksin yang bisa menandingi varian baru itu. Bisa dimungkinkan, setelah seseorang di vaksin ia bisa terpapar varian baru itu, dan itu hal tidak aneh.
Sudah di vaksin masih terpapar, lalu untuk apa melakukan vaksin. Begitulah jalan pikiran mereka yang anti vaksin, mereka yang sebagian besar sudah kerasukan teori konspirasi. Teori yang tidak mampu bisa dibuktikan, tapi membuat suasana menjadi tidak menentu, dan polanya justru menimbulkan korban berjatuhan yang tidak kecil.
Mereka yang terpapar teori konspirasi itu kekeh dengan pendapatnya, seolah memahami bahwa teori konspirasi itu memang benar adanya. Maka menolak vaksin jadi kredonya. Aktif ikut mengedarkan video yang memberitakan bahwa vaksin yang digunakan itu tidak ada gunanya.
Seolah jadi duta untuk mempengaruhi pihak yang sudah berketetapan hati dan bahkan memilih divaksin bagian dari ikhtiarnya, itu terus-menerus tiada henti. Bahkan video yang sama itu dikirim sampai dua bahkan tiga kali pada seseorang. Entah karena saking semangatnya sampai lupa kalau video yang sama sudah pernah dikirimnya, atau memang unsur kesengajaan agar tawarannya bisa diterima.
Covid-19 ternyata juga bisa buat keterbelahan di tengah-tengah masyarakat dalam menyikapinya. Mirip keterbelahan dalam pilihan politik, yang lalu memuncukkan julukan cebong dan kadrun. Covid-19 itu solid bersekutu melawan umat manusia, membuat manusia panik, terbukti mampu menghancurkan ekonomi suatu negara, bahkan menjadikan kematian yang seolah makin dekat dengan manusia.
Tapi justru manusia yang tidak kompak dalam memeranginya, dan itu yang terjadi. Ketidakkompakkan tidak saja tampak di negeri kita, tapi juga di belahan dunia lainnya.
Keterbelahan antara pro dan kontra atas penggunaan vaksin di tengah masyarakat itu nyata. Belum lagi pilihan merek vaksin yang itu memunculkan hal baru lagi. Perdebatan selanjutnya, bahwa merek ini lebih baik dari merek yang lain jadi bahan untuk mendiskreditkan merek yang sudah awal dipilih negeri ini. Di mana pada awalnya Sinovac buatan Cina, karena merk itu yang bisa didapat. Lalu muncul merk-merk lain yang diberikan, AstraZeneca diantaranya. Vaksin merek apapun itu bagian dari ikhtiar diri “berperang” dengan Covid-19.
Kematian Itu Soal Waktu
Berita kematian kawan, atau keluarga dekat sebelumnya terasa hal yang jarang ditemui. Tapi saat sekarang kematian orang terdekat menjadi hal biasa, seolah bisa tiap saat menghampiri. Kematian menjadi akrab hadir setiap waktu mengena siapa saja, termasuk kita calon yang menunggu giliran dipanggil-Nya Subhana Wa Ta’ala.
Jika orang-orang terdekat sudah lebih mendahului dipanggil-Nya, maka giliran kita pun sebenarnya sudah dekat. Semacam antri panjang, dan kita entah ada di barisan nomor berapa. Makin berada di barisan terdepan, itu tanda kita akan paling awal dipanggil menghadap-Nya.
Kematian memang soal waktu, dan akan mengena siapa pun, kaya-miskin, berkedudukan terhormat atau biasa-biasa saja, sholeh atau biasa-biasa saja, dan seterusnya. Yang pasti semua akan mempertanggung jawabkan apa yang dipunya (harta), pertanggungjawaban ilmu yang dipunya, dan kedudukan (pangkat/jabatan) digunakan sebaik-seadilnya atau sebaliknya. Semua akan diminta pertanggungjawaban atas semua yang dimiliki, tidak lagi ada kesombongan sebagai orang suci, berilmu dan kaya dihadapan-Nya.
Selayaknya, melihat orang-orang terdekat sudah lebih dahulu dipanggil-Nya, tidak ada pilihan lain untuk makin berbuat baik menurut-Nya. Tidak terus pamer sebagai “orang suci” yang sedang berada di pusaran sedang diperhitungkan masyarakat yang berada di sekelilingnya, lalu mengolok-olok pihak lain yang sedang tidak berdaya.
Hentikan semuanya itu, karena saat Allah menghentikan nafas maka tidak ada oksigen lain yang bisa membantu bertahan hidup. Saat itulah sebenarnya kita sudah ada di barisan terdepan mendapat giliran dipanggil-Nya. Tidak ada kesempatan tersisa diberikan-Nya, saat roh ditenggorokkan akan dicabut-Nya…
Tidak sedetik pun yang diminta manusia untuk bisa beringsut mundur dari kematian guna bisa menyelesaikan persoalan-persoalan duniawi yang “tertinggal” diizinkan-Nya.
Kematian rasanya sudah dekat mendekati siapa saja, bisa lewat pintu apa saja termasuk karena Covid-19. Mereka yang optimis melihat kematian sebagai keniscayaan kapan saja bisa datang, akan melakukan persiapan dengan sebaik-sebaiknya.
Saya dan Anda semua sebenarnya tidak ada yang tahu siapa yang lebih dahulu dipanggil-Nya. Ini hanya masalah waktu saja, siap atau tidak siap, tidak jadi perhitungan-Nya. Kematian adalah nasihat terbaik, bagi mereka yang mau berpikir. Wallahu a’lam. (*)
Kolumis, tinggal di Surabaya
Baca: artikel lain Ady Amar