Hidayatullah.com—Pondok Pesantren/Ma’had Al Zaytun (MAZ) di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat telah membuah kehebohan usai viral shalat Idul Fitri, dimana menampilkan shaf pria dan wanita bercampur saat Shalat Idul Fitri 2023 kemarin.
Sederet kontroversi dari Ponpes Al Zaitun sudah terjadi puluhan tahun yang lalu. Sebelumnya, tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah membentuk tim peneliti khusus untuk mengungkap sederet fakta dan temuan terkait pesantren ini.
Tim melakukan kerja keras selama empat bulan. Kajian pustaka dan dokumentasi dilakukan dengan mengambil semua sumber yang dapat memberikan informasi komprehensif tentang sejarah, latar belakang berdirinya MAZ, serta sistem pendidikan MAZ.
Kontroversi MAZ itu ternyata bersangkut erat dengan doktrin ajaran, afiliasi kelembagaan, dan konsep keagamaan yang dipahaminya. Bahkan, beberapa pihak menilai pesantren ini sesat dan berbahaya.
Anggota Komisi Fatwa MUI, Aminuddin Yakub menyampaikan MUI pernah membentuk tim untuk meneliti adanya gerakan NII KW IX yang dikaitkan dengan MAZ. Dari penelitian tersebut dikaji tiga hal.
“Kami mengkaji tiga aspek yaitu, profil NII KW IX dan ajaran di dalamnya, profil MAZ dan kegiatan kurikulum yang diajarkan, serta menggali kemungkinan adanya hubungan antara NII KW IX dengan MAZ,” kata Aminuddin, yang juga merupakan sekretaris tim peneliti MUI dalam kajian tersebut.
Sebagaimana dikutip dari MUIDigital, Jumat (28/4/2023), penelitian di atas menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, NII KW IX adalah salah satu gerakan sempalan dari gerakan NII yang dipimpin oleh Panji Gumilang alias Abdul Salam alias Prawoto.
Terdapat penyimpangan ajaran dari syariat Islam di dalam NII KW IX di antaranya dosa jamaah bisa ditebus dengan uang, keharusan untuk mendahulukan ajaran NII dibandingkan dengan shalat, dan ajaran terkait hijrah.
Kedua, kajian yang dilakukan terhadap MAZ menghasilkan belum ditemukan adanya penyimpangan dalam kurikulum yang diajarkan.
Kendati demikian, tim peneliti mendapatkan laporan bahwa terdapat hidden kurikulum. Selain itu, informasi lain yang didapat adalah adanya perbedaan antara santri orang dalam dan santri orang luar.
Dalam artian ini, ada santri yang direkrut dari NII KW IX atau para tokohnya langsung. Ada juga santri yang direkrut secara umum dan terbuka.
“Terhadap hal ini kami belum mendapatkan bukti empirik, sebab sifatnya hidden dan konfidensial. Kami juga belum mendapatkan bukti terdapat penyimpangan dalam kurikulum yang diajarkan di MAZ,” kata Aminuddin.
Ketiga, terdapat hubungan signifikan antara gerakan NII KW IX dengan MAZ di luar kegiatan pesantren. Hubungan tersebut setidaknya pada tiga aspek berikut:
- Aspek kepemimpinan. Indikasi adanya kaitan antara keduanya sebab pemimpin MAZ, guru-guru, maupun karyawan di dalamnya terlibat dalam gerakan NII KW IX. Mereka ada yang menjabat sebagai pemimpin dan anggota di NII KW IX
- Hubungan aliran dana. Hasil penelitian mengungkap terdapat aliran dana yang cukup signifikan dari gerakan NII KW IX kepada MAZ yang dihimpun dari dana hijrah, baiat, penebusan dosa, beserta sumber dana lainnya
- Hubungan antara NII KW IX dengan kelahiran MAZ secara historis tidak bisa dilepaskan dan merupakan satu bagian di dalamnya.
“Demikian kesimpulan dari penelitian yang kami lakukan selama beberapa bulan yang dilakukan secara intens baik di dalam ataupun di luar MAZ,” bebernya.
Terkait pelaksanaan shalat Idul Fitri di MAZ yang viral beberapa waktu lalu, Aminuddin menyampaikan apa yang dipraktikkan MAZ telah menyimpang dari syariat Islam, khususnya hadits Nabi Muhammad ﷺ terkait tata cara shalat jamaah.
“Menurut saya MUI perlu memberikan pembinaan dan penjelasan kepada masyarakat atas kekeliruan tata cara shalat berjamaah yang dilakukan di MAZ belakangan ini. Diharapkan pembinaan tersebut adalah agar MAZ tidak mengulangi hal yang serupa lagi,” ujar dia.
Berdasarkan sejumlah temuan itu, MUI merekomendasikan beberapa usaha lebih lanjut oleh Pimpinan Harian MUI:
- Memanggil pimpinan MAZ untuk dimintai klarifikasi atas temuan-temuan yang didapat dari envestigasi Tim Peneliti MAZ MUI
- Dikarenakan persoalan mendasar MAZ terletak pada kepemimpinannya, diharapkan Pimpinan Harian MUI dapat mengambil inisiatif dan langkah-langkah konkret untuk membenahi masalah kepemimpinan di MAZ
- Pimpinan Harian MUI perlu mengambil keputusan yang sangat bijak dan arif menyelamatkan pondok pesantren Al-Zaytun dengan berdasarkan pada prinsip kemaslahatan umat.*