Banyak yang tidak tahu, lagu ‘Ikan dalam Kolam’ adalah karya Hussein Bawafie, dulu dipopulerkan Gambus El Corona dan menjadi lagu favorit keluarga keturunan Arab di Indonesia
Hidayatullah.com | “IKAN DALAM KOLAM“, judul dari lagu yang kini kian melejit dan sempat viral di pelbagai akun media sosial setelah lagu itu dinyanyikan dan dipopulerkan oleh personil grup musik gambus El Corona asal Jakarta.
Uniknya ada tambahan “Ya Salaam” yang kini menjadi jargon dari lagu tersebut, meski kata itu tak pernah keluar sejak lirik lagu dikarang oleh penciptanya.
Meski kini tidak sedikit pula orang yang ikut latah secara serampangan mengubah lirik aslinya, lewat kreasi jahil dalam canda dengan memplesetkan lagu tersebut yang alih-alih berdalih humor.
Lagu yang sudah tercipta pada era tahun 60-an ini, kerap dijadikan backsound untuk video-video unggahan oleh para pengguna aplikasi TikTok dan di Instagram Reels, dua platform konten vidio di media sosial yang bisa di edit dan di upload secara langsung oleh para penggunanya.
Bahkan banyak sederetan penyanyi di tanah air yang mengcover lagu ini dan menggugahnya di Channel YouTube mereka, termasuk oleh Ayu Ting Ting yang juga ikut kepincut dan pernah membawakannya saat tampil di acara Brownis. Bahkan dalam akun pribadinya.
Saking ngebetnya pada lagu Ini, Ayu pernah mengunggahnya sebagai konten saat sahur dilingkungan tempatnya tinggal, mengundang sekelompok anak remaja yang sedang berkeliling untuk kemudian dimintanya menyanyikan lagu “Ikan Dalam Kolam”. Tentu saja diiringi goyangan Ayu Ting-Ting yang berjoget ria meski hanya menggunakan alat seadanya, terdiri dari kentongan, rebana dan kicrik.
Live musik di cafe-cafe yang kini marak dijadikan sebagai pemikat para pengunjung, baik cafe kecil, sedang maupun yang terbilang elit, sejumlah cafe di tanah air tak luput pul para pemusiknya ikut mengcover lagu ini.
Termasuk oleh pasangan Nabila dan Tri Suaka dari personil musisi jogja project saat pentas di salah satu cafe pavorit kawula muda mudi yang ada di bilangan kota Yogyakarta.
Lagu “Ikan Dalam Kolam” pun semakin marak dibawakan oleh para pengamen jalanan, baik yang memiliki suara berbakat dan ada talenta sebagai musisi, maupun oleh mereka yang bersuara parau dan jelek, asal bunyi dan berirama tidak karuan yang penting dapat merogoh kocek uang recek dari orang yang berbelas kasihan.
Mungkin banyak yang belum tahu, jika sejatinya judul lagu “Ikan Dalam Kolam” dan yang sering dibawakan dalam pentas oleh grup El Corona Gambus itu, penciptanya adalah almarhum Hussein Bawafie yang lagunya sudah populer sejak tahun 1960-an.
Lagu ini sering dan bahkan hampir menjadi nyanyian hits warga keturunan Arab, kala ada hajatan dan “Samar Deple”, sejak lagu itu diciptakan dan di dendangkan untuk pertama kali oleh penciptanya.
Lagu ini bahkan tetap menjadi salah satu lagu favorit warga keturunan Arab hingga sebelum tahun 90-an, khususnya di Jakarta dan Bogor. “Samar” diambil dari kosa kata bahasa Arab yang bermakna pesta musik dan “deple” adalah formasi duduk melingkar di atas permadani yang meniadi alas bermain musik dan tempat berjoget.
Hussein Bawafie, merupakan seniman legendaris dalam dunia musik Melayu. Ia dikenal sebagai seorang seniman yang memiliki andil besar dalam pembaharuan pada musik orkes Melayu Indonesia. Lewat karya-karyanya, Hussein Bawafie berhasil mengubah karekteristik irama musik Melayu dan liriknya, yang awalnya klasik dibuat menjadi lebih energik dan dan modern.
Alat musik yang digunakannya pun lebih berfariasi, termasuk penggunaan mandolin dan piano. Syair lagu yang diciptakannya tidak lagi baku pada penggunaan pantun lama dan prosa, tapi lebih bebas dengan narasi yang menggambarkan alur kehidupan alam, pesan keagungan terhadap Allah SWT dan bernuansa roman.
Lirik lagu yang diciptakan oleh alm Hussein Bawafie yang menggambarkan tentang kisah percintaan sepasang kekasih, dilukiskannya dalam bentuk kiasan kata yang indah, seperti perumpamaan bunga dan kumbang, terkadang ungkapan tentang kekaguman pada sosok wanita dibuatnya dalam bentuk yang jenaka dan menghibur, seperti halnya pada lirik dalam lagu “Ikan Dalam Kolam”.
Lewat revolusi Orkes Musik Melayu yang dirintisnya bersama para seniman maestro orkes Melayu di Jakarta, telah menghantarkan Hussein Bawafie menjadi pemimpin Orkes Melayu Chandralela dan melahirkan artis-artis Dangdut papan atas di tanah air, seperti Ellya Khadam, Elvy Sukaesih, dan lain-lain.
Hussein Bawafie lahir dan besar dalam lingkungan keluarga Betawi yang kental di Gang Lontar, sebuah kawasan yang sudah sejak dahulu banyak dihuni oleh warga Arab Betawi di Tanah Abang, Jakarta.
Tanah Abang atau logat setempat melafalkannya dengan ucapan tenabang, kawasan itu kini ramai sebagai centra belania tekstile terbesar di tanah air, bahkan konon disebut-sebut adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Sejumlah toko parfum dan oleh-oleh haji di sepanjang jalan, menjadi kesan penguat, bahwa kawasan bersejarah itu sangat lekat dengan corak Betawi dan Arab di Jakarta.
Tanah Abang menjadi kawasan bersejarah tempat berkumpulnya kaum pergerakan dan pejuang kemerdekaan sejak masa silam, termasuk keberadaan Jamiat Khair dan berkumpulnya para seniman Betawi dari berbagai jenis aliran seni.
Sebut saja antaranya adalah Sabeni dan Derahman Jeni yang telah menjadi ikon dan tokoh legendaris seni bela diri Betawi di Tanah Abang, sastrawan lisan (sohibul hikayat) Hadji Ahmad Sofyan Zaid atau A.Sofyan MZ (Jait) dan yang terkenal adalah M.Mashabi, musisi dan pencipta lagu beraliran melayu yang namanya turut diabadikan sebagai pengganti nama ruas jalan di kawasan Tanah Abang.
Kolumnis dan budayawan Betawi alm Alwi Shahab, yang banyak menulis tentang sejarah dan kebudayaan Betawi, juga pernah tinggal dan menetap di kawasan itu dan memiliki kesan dan kenangan yang mendalam selama tinggal di Gang Lontar selama kurang lebih 8 tahun, 1968 – 1976.
Hussein Bawafie menempuh pendidikan dasarnya di sekolah Al-Irsyad Al-Islamiyyah, sekolah modern Islam pertama yang berdiri di Batavia pada 6 September 1914, pendirinya adalah Syaikh Ahmad Surkati yang kelak ditokohkan sebagai motor Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia.
Di sekolah itu, Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Gang Solang Jakarta, Hussein Bawafie bersama seniman Melayu lainnya seperti M.Mashabi, Munif Bahasuan, Lutfi Mashabi, dan sejumlah seniman musik lainnya, mereka menempuh pendidikan di almamater yang sama.
Almarhum Hussein Badjerei, tokoh dan sejarawan Al-Irsyad yang juga aktiv dalam dunia perfilman Indonesia dan sosoknya yang dikenal akrab dengan Iis Dahlia ini, juga merupakan alumni sekolah Al-Irsyad di Gang Solang.
Sosok Syech Albar, pemain gambus legendaris ayah musisi Ahmad Albar, juga merupakan alumni dari Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Batavia, bersama sederet panjang alumni lainnya yang kelak tampil menjadi tokoh para penggerak dan pejuang kemerdekaan Indonesia seperti dua di antaranya adalah Pahlawan Nasional, yaitu Abdurrahman (AR) Baswedan (kakek Anis Baswedan) dan HM Rasyidi, Menteri Agama pertama RI.
Tb Sjoe’aib Sastradiwirja, tokoh perintis kemerdekaan yang turut berjuang untuk Indonesia lewat seni dengan ikut mendirikan Persatuan Ahli Gambar Indonesia disingkat Persagi, juga merupakan alumnus sekolah Al-Irsyad di Gang Solang dan aktif di almamater sekolah tersebut hingga di akhir hayatnya.
Dari sumber di wikipedia menyebutkan bahwa PERSAGI merupakan lembaga seniman modern pertamakali dan paling sering dianggap telah menghadirkan medan gagasan artistik, praktik dan rantai ekonomi seni rupa dalam konteks kerjasama di awal nasionalisme ke-Indonesia-an. Di anatara para perintisanya adalah S.Soedjojono, Agus Djaja, Otto Djaja, Emiria Soenassa, Soeromo, dan seniman lainnya.
Said Effendi (1923-1983), penyanyi-penulis lagu musik Melayu pada era 1950-an sampai 1970-an yang lahir di Besuki, Jawa Timur, juga termasuk salah satu dari sederet panjang alumnus sekolah Al-Irsyad yang banyak mempopulerkan lagu-lagu ciptaan sahabatnya Hussein Bawafie, bahkan satu di antaranya berhasil dipopulerkannya lewat tembang “Seroja” yang lagunya populer hingga ke negeri jiran Malaysia, bahkan sempat di filmkan dan dimainkan sendiri oleh Said Effendi yang disutradarai oleh Nawi Ismail.
Film dengan judul yang sama “Seroja” karya Hussein Bawafie kembali diputar dan dibintangi oleh Iis Dahlia pada tahun 2000. Iis Dahlia adalah artis dan penyanyi ternama di Indonesia yang namanya sempat melejit saat membawakan lagu “Kecewa”.
Dari dua karya emas Hussein Bawafie itulah yang kemudian memberinya keberuntungan pada penyanyi asal Indramayu tersebut dengan dinobatkannya sebagai Penyanyi Dangdut Wanita Terbaik Indonesia pada 1997 silam.
Lirik lagu yang diciptakan oleh Hussein Bawafie, seluruhnya tercipta melalui penghayatan dan hasrat seninya yang amat mendalam. Penggambaran sebagai ungkapan rasa syukur dan pujiannya terhadap keagungan Sang Pencipta, syair-syair yang dibuatnya menyatakan kesan yang amat elok terhadap alam dan aktivitas mahluk hidup di muka bumi sebagai sebuah anugrah yang harus disyukuri dari yang telah diciptakan oleh yang Maha Kuasa, Allah Khaliqul Rahman.
Salah satu dari lirik lagu atas ungkapannya itu, di antaranya terdapat dalam lagu yang diberinya judul “Fajar Harapan” dan “Takdir Illahi”.
Syair dalam lirik lagu yang diciptakan oleh Hussein Bawafie, adalah ungkapan yang menuntun agar manusia selalu dekat dengan Rabb-nya sebagai yang Maha Pencipta yang wajib untuk diibadahi, seperti pada judul lagu “Harta dan Benda”.
Penghayatannya atas karunia yang dimilikinya sebagai hasrat seorang seniman yang telah melahirkan karya emas atas lagu-lagunya itu, seakan menjadi wasiatnya sebagai seorang seniman yang terlukiskan pada judul lagu “Pesanku” dan “Khayal dan Penyair”. Judul lagu “Pesanku” hits dinyanyikan oleh Munifa Alamudi dalam sebuah sebuah kanal YouTube yang diunggah oleh Latansa Official.
Di akhir masa senjanya sebelum wafat, Hussein Bawafie aktif dalam dakwah, berceramah dari kampung ke kampung, dari rumah ke rumah, terutama di bilangan Serpong, Tanggerang Banten.
Bekal ilmu Agama yang diperolehnya dari bangku pendidikan Al-Irsyad Batavia, kemampuannya dalam memainkan retorika kata-kata yang indah sebagai seorang penyair yang tercipta melalui lirik lagu sebagai seorang musisi, semua itu menjadi paduan akan kemampuannya dalam berdakwah, menebar ajakan kebaikan kepada umat manusia untuk senatiasa bertaubat dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu’wata’ala.*/Abdullah Abubakar Batarfie, Ketua Pusat Dokumentasi & Kajian Al-Irsyad Bogor