Hidayatullah.com– Google sudah menandatangani kesepakatan untuk penggunaan reaktor nuklir kecil sebagai pemasok listrik yang dibutuhkan untuk memberi daya pada pusat data kecerdasan buatan (AI) yang dikelolanya.
Google mengatakan perjanjian dengan Kairos Power akan memungkinkan mereka mulai menggunakan reaktor pertama pada dekade ini dan membangun lebih banyak lagi reaktor yang akan beroperasi pada tahun 2035.
Perusahaan tersebut tidak menjelaskan berapa nilai kesepakatan itu atau di mana pembangkit listrik bertenaga nuklir tersebut akan dibangun.
Semakin banyak perusahaan teknologi yang beralih ke sumber energi nuklir untuk memasok listrik yang digunakan oleh pusat data besar yang menggerakkan AI.
“Jaringan listrik membutuhkan sumber listrik baru untuk mendukung teknologi AI,” kata Michael Terrell, direktur senior energi dan iklim di Google.
“Kesepakatan ini membantu mempercepat teknologi baru untuk memenuhi kebutuhan energi secara bersih dan andal, serta membuka potensi penuh AI bagi semua orang,” imbuhnya, seperti dilansir BBC Senin (14/10/2024).
Kesepakatan dengan Google “penting untuk mempercepat komersialisasi energi nuklir canggih dengan menunjukkan kelayakan teknis dan pasar dari solusi yang penting untuk mendekarbonisasi jaringan listrik,” kata pejabat eksekutif Kairos, Jeff Olson.
Namun demikian, rencana tersebut harus mendapatkan persetujuan US Nuclear Regulatory Commission serta badan-badan lokal di wilayah Amerika Serikat di mana pembangkit listrik bertenaga nuklir itu akan didirikan.
Tahun lalu, regulator AS memberi Kairos Power yang berbasis di California izin pertama dalam 50 tahun untuk membangun reaktor nuklir jenis baru.
Pada bulan Juli, perusahaan itu memulai pembangunan sebuah reaktor demonstrasi di Tennessee.
Kairos Power merupakan perusahaan rintisan mengkhususkan diri dalam pengembangan reaktor yang berukuran lebih kecil yang menggunakan garam fluorida cair sebagai pendingin – bukan air seperti yang digunakan oleh pembangkit nuklir tradisional.
Tenaga nuklir, yang secara penglihatan hampir bebas karbon dan mampu menyediakan listrik 24 jam sehari, semakin menarik bagi industri teknologi guna mengurangi emisi meskipun menggunakan lebih banyak energi.
Konsumsi energi global oleh pusat data diperkirakan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada akhir dekade ini, menurut raksasa perbankan Wall Street Goldman Sachs.
Pada Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun lalu, Amerika Serikat bergabung dengan sekelompok negara yang ingin melipatgandakan kapasitas energi nuklir mereka pada tahun 2050 sebagai bagian dari upaya untuk meninggalkan bahan bakar fosil.
Namun, para kritikus mengatakan tenaga nuklir tidak bebas risiko dan menghasilkan limbah radioaktif yang bertahan lama.
Pada bulan Maret, Amazon mengatakan akan membeli pusat data bertenaga nuklir di negara bagian Pennsylvania.*