Hidayatullah.com–Aksi damai menuntut pencabutan larangan bercadar di Kampus IAIN Bukittinggi digelar Aliansi Umat Islam Sumatera Barat, usai shalat Jumat (12/05/2018) kemarin.
Aksi damai diikuti sekjitar seribuan peserta yang berjalan kaki dari Lapangan Kantin menuju Kantor DPRD Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatra Barat.
Sepuluh orang perwakilan Aliansi Umat Islam Sumbar diterima Wakil Ketua DPRD Bukittinggi Trismon, Yontrimansyah dan anggota Asril dan Edison di Kantor DPRD Bukittinggi.
Aliansi Umat Islam Sumbar yang diwakili Kamri Yanto Syafril membacakan tiga tuntutan dihadapan anggota dewan diantaranya meminta rektor IAIN Bukittinggi menghapus diskriminasi cadar di Kampus IAIN Bukittinggi terhadap seluruh civitas akademika IAIN Bukittinggi.
Memberhentikan Rektor IAIN Bukittinggi dan para petinggi IAIN yang sepaham dengannya. Kemudian mencabut skorsing atas dosen bercadar di IAIN Bukittinggi.
Imam FPI Sumbar Buya M Busra mengatakan, GNPF ulama Sumbar sudah mengirim surat kepada Rektor IAIN Bukittinggi agar rektor menghapus larangan bercadar namun surat tersebut tidak pernah dibalas.
“Karena surat kami tidak dibalas, selanjutnya kami mencoba datangi Kampus IAIN Bukittinggi untuk bertemu dengan rektor. Tetapi dengan berbagai alasan sehingga kami tidak dapat berjumpa dengan rektor. Oleh sebab itu, kami minta kepada anggota DPRD Bukittinggi untuk dapat membantu mengurus urusan ini,” kata Buya Busra.
Baca: Menag Lukman Sampaikan Klarifikasi terkait Cadar di IAIN Bukittinggi
Ia menambahkan, jika aspirasi penghapusan larangan bercadar itu tidak dicabut di Kampus IAIN Bukittinggi. Maka ia berjanji akan mengerahkan umat Islam yang lebih besar lagi. “Kami yang datang ini bukan membenci IAIN Bukittinggi. IAIN Bukittinggi adalah assetnya umat Islam,” ungkapnya.
Menanggapi tuntutan tersebut, Wakil Ketua DPRD Bukittinggi Trismon mengatakan, DPRD Bukittinggi tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan intervensi terhadap IAIN Bukittinggi. Sebab kewenangan IAIN Bukittinggi berada di bawah Kementerian Agama RI. Namun ia berjanji akan menyampaikan aspirasi tersebut kepada Kementerian Agama RI.
“Kami sebagai anggota DPRD Bukittinggi tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan intervensi terhadap IAIN Bukittinggi. Tetapi kami hanya bisa menyalurkan atau menyampaikan aspirasi itu kepada Kementerian Agama RI,” kata Trismon.
Setelah menyampaikan aspirasi seluruh peserta membubarkan diri dengan tertib. Dan berjanji akan mengelar aksi yang lebih besar lagi.
Sebelumnya, pimpinan kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi menampik anggapan bahwa pihaknya melarang penggunaan cadar bagi mahasiswi dan dosen di lingkungan akademik.
Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi, Syahrul Wirda, menegaskan bahwa imbauan yang diterbitkan kampusnya sesuai dengan kode etik yang disepakati seluruh civitas akademika.
Baca: Dosen IAIN Bukittinggi: Cadar Tidak Mengganggu Proses Belajar Mengajar
IAIN Bukittinggi juga menolak penggunaan diksi ‘pelarangan cadar’. Syahrul memilih penggunaan kata ‘imbauan’ untuk menjelaskan kebijakan soal cadar ini. Terkait penonaktifan salah satu dosen, Syahrul menyebutkan bahwa pihak kampus hanya ingin agar dosen tersebut menaati aturan.
Pimpinan kampus memandang bahwa penggunaan cadar bagi seorang dosen akan menghambat proses akademik di kelas.
IAIN Bukittinggi diketahui menerbitkan imbauan bagi dosen dan mahasiswinya untuk tidak mengenakan cadar di lingkungan akademik. Hal ini dituangkan dalam Surat Edaran tertanggal 20 Februari 2018 yang ditandatangani Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi.
Dalam surat tersebut, pihak kampus meminta mahasiswa dan mahasiswi untuk mengenakan pakaian sesuai kode etik yang dijalankan IAIN Bukittinggi. Di poin pertama, surat edaran meminta seluruh civitas akademika bersikap sopan santun. Poin kedua, menjelaskan aturan berpakaian bagi mahasiswi yakni memakai pakaian longgar, jilbab tidak tipis dan tidak pendek, tidak bercadar atau masker atau penutup wajah, dan memakai sepatu dan kaos kaki.
Sementara di poin ketiga diperuntukkan bagi mahasiswa, yakni memakai celana panjang bukan tipe celana pensil, baju lengan panjang atau pendek bukan kaos, rambut tidak gondrong, dan memaki sepatu serta kaos kaki.
“Bagi yang tidak mematuhi tidak diberikan layanan akademik,” tulis surat edaran tersebut.*/kiriman Dodi N (Padang)