Hidayatullah.com–Banyaknya Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) yang gugur dalam tes baca Al-Quran menunjukkan adanya masalah besar buta huruf Al-Quran di Aceh.
Tidak adanya aturan ini menyebabkan sulit dideteksi sejumlah mana warga muslim di Aceh yang bisa baca Al-Quran . Hal tersebut disampaikan Teuku Zulkhairi, Sekjend Pengurus Wilayah Badan Koordinasi Mubaligh Indonesia (PW Bakomubin) Provinsi Aceh kepada sejumlah media di Banda Aceh, Kamis, (26/07/2018)
“Fakta banyaknya Bacaleg yang tidak bisa membaca Al-Quran harus menjadi bahan pemikiran serius semua kalangan di Aceh, dari masyarakat biasa, hingga para pemimpin di semua level, “ kata Zulkhairi kepada hidayatullah.com.
Zulkhairi mengusulkan agar semua pihak di Aceh harus menempuh upaya-upaya pemberantasan buta huruf Al-Quran di Aceh. Di satu sisi, kata Zulkhairi, ini sebagai upaya percepatan (akselerasi) penegakan Syari’at Islam secara kaffah yang sedang diupayakan di Aceh. Bahwa negeri Syari’at tentulah sangat ideal mengharapkan seluruh warganya melek Al-Quran .
Di sisi lain, tambah Zulkhairi, upaya pemberantasan buta huruf Al-Quran di Aceh akan menjadi investasi paling penting untuk kehidupan setelah kematian. Islam mengajarkan kita banyak keutamaan dengan membaca Al-Quran , seperti diangkatnya derajat orang yang membacanya, menjadi cahaya di alam kubur, memberi syafaat di hari kiamat, serta membuat para pembacanya akan dirindukan oleh syurga sesuai hadis Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Tentu keutamaan-keutamaan akan bisa diraih jika seorang muslim bisa membaca Al-Quran terlebih dahulu.
Untuk pemberantasan buta huruf Al-Quran di Aceh, Zulkhairi mengusulkan untuk dilakukan beberapa hal. Pertama, para pemimpin di semua level harus memastikan warganya bisa baca Al-Quran . Mulai dari kepala desa (Geuchik) hingga Gubernur harus turun tangan. Tentu dengan bekerja sama dengan berbagai pihak. Dengan partisipasi penuh pemerintah, pemberantasan buta huruf Al-Quran akan sangat mudah dilakukan. Di tingkat desa, Geuchik dan jajarannya mesti mendata secara persuasif setiap warga yang tidak bisa baca Al-Quran , lalu menyelenggarakan program tahsin Al-Quran di meunasah-meunasah.
“Ini harus menjadi program wajib. Sementara para remajanya, di tingkat desa harus dipastikan tidak ada remaja yang tidak bisa baca Al-Quran , khususnya remaja yang berada di luar jalur pendidikan resmi. Untuk tujuan ini, maka Camat, Bupati dan tentu saja Gubernur dengan segenap pembantunya harus betul-betul serius mendukung dan menjalankan berbagai inovasi pemberantasan buta huruf Al-Quran di Aceh, “ desak Zulkhairi
Kedua, tambah Zulkhairi, seleksi masuk semua institusi pendidikan, termasuk institusi pendidikan umum harus betul-betul serius memperhatikan kemampuan baca Al-Quran calon peserta didik. Baik saat seleksi masuk, maupun program pengajian Al-Quran secara reguler yang difasilitasi institusi pendidikan. Institusi pendidikan dari jenjang paling bawah hingga jenjang paling tinggi harus betul-betul jujur dan serius mensyaratkan kemampuan baca Al-Quran sebagai syarat kelulusan. Kemampuan peserta didik untuk membaca Al-Quran harus menjadi indikator suksesnya kepemimpinan seorang kepala di sebuah institusi pendidikan.
Yang Ketiga, lanjut Zulkhairi, seluruh masjid dan instansi pemerintah harus menjalankan program tahsin secara rutin dan berkelanjutan, khususnya dibuat bagi warga yang belum bisa atau belum lancar baca Al-Quran . Pimpinan instansi pemerintah harus mendorong bawahannya untuk mengikuti tahsin Al-Quran . Dan pemerintah dalam hal ini harus betul-betul menaruh pikiran untuk hal penting ini.
“Yang Keempat, setiap kepala rumah tangga di Aceh harus memastikan anak-anaknya, juga cucu-cucunya agar bisa membaca Al-Quran dan mau membacanya. Setiap orang tua akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat, sejauh mana ia mampu mendidik anak-anaknya untuk mencintai Islam, termasuk membaca Al-Quran , “ kata Zulkhairi.
Menurut Zulkhairi, sangatlah wajar bahwa sesama muslim untuk saling mendukung dalam kebaikan dan ketakwaan, sesuai perintah Allah Swt. Bagi pemimpin, Islam mengajarkan kita bahwa seorang pemimpin bukan hanya mengatur urusan duniawi warganya, namun juga urusan akhirat.
“Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat tentang kepemimimpinannya. Oleh sebab itu, fakta banyaknya Bacaleg di Aceh yang tidak bisa membaca Al-Quran sudah seharusnya menyadarkan kita untuk segera bekerja keras, serius dan berkelanjutan melakukan upaya-upaya pemberantasan buta huruf Al-Quran di Aceh, “ pungkas Zulkhairi.*