Hidayatullah.com—Lebih dari separuh responden menilai “paket demokrasi” dari pemerintah Turki yang belum lama ini diluncurkan masih belum cukup. Hal itu terungkap dalam jajak pendapat oleh Metropoll Strategic and Social Research Center.
Dilansir Hurriyet Daily News (28/10/2013), sebanyak 64% dari 1.200 responden di 31 provinsi menilai paket demokrasi dari pemerintah belum mencukupi. Penilian serupa diberikan oleh 49,5% pendukung partai pemerintah AKP dan 80% pendukung tiga partai oposisi.
Meskipun demikian, mayoritas responden mengaku mendukung langkah-langkah demokratisasi yang diupayakan oleh pemerintah pimpinan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan.
Jajak pendapat tersebut menunjukkan, paket demokrasi seperti pendidikan untuk dan di wilayah suku Kurdi, kebebasan menggunakan huruf seperti “Q”, “W” atau “X”, serta pembolehan jilbab bagi pegawai negeri sipil mendapatkan dukungan besar dari rakyat.
Mengenai kondisi negara, responden memiliki pendapat plus dan minus yang hampir berimbang. Sebanyak 40% responden menilai negara Turki sekarang ini lebih buruk dari sebelumnya, sedangkan 45% lainnya menilai keadaan negara lebih baik. Orang-orang yang berpendapat negara dalam kondisi yang lebih baik kebanyakan berasal dari pendukung AKP. Sebaliknya, mereka yang menilai kondisi negara lebih buruk merupakan para pendukung partai oposisi.
Saat ditanya apakah nama-nama desa suku Kurdi boleh dikembalikan ke nama aslinya, sebanyak 58% responden mendukungnya. Namun, 27% responden lainnya menentang pegembalian nama desa Kurdi yang sekarang menggunakan bahasa Turki.
Responden berharap ada dua hal yang akan dimasukkan ke dalam agenda paket demokrasi di masa datang, yaitu pengakuan atas tempat ibadah orang-orang menganut kepercayaan Alawi (Alevi) yang dikenal dengan cemevi (didukung 63% responden), serta pembukaan kembali seminari Halki di Heybeliada (didukung 54% responden).*