Hidayatullah.com–Para petugas polisi perempuan (Polwan) Turki akhirnya bisa bebas mengenakan jilbab di balik topi atau baret mereka, menyusul amandemen UU tentang etika berpakaian yang menjadi bagian paket demokratisasi tahun 2013.
Larangan jllbab di kampus-kampus dan lembaga-lembaga negara – kecuali untuk peradilan, militer dan polisi sebelum ini – juga telah dicabut dalam beberapa tahun terakhir, demikian dikutip BBC Ahad, (28/08/2016).
Dalam ketentuan itu juga disebutkan, jilbab harus sesuai dengan warna seragam dan tanpa pola.
Selama bertahun-tahun, jilbab menjadi kontroversi di Turki. Kaum sekularis menganggapnya sebagai simbol konservatisme agama.
Sejak tahun 1920-an, Turki menetapkan konstitusi sekuler yang menetapkan tidak ada agama resmi negara.
Selama ini oposisi menuduh Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) berakar Islam yang dipimpinnya mencoba untuk mengubah dasar sekularisme Turki.
Namun, debat publik juga berkembang untuk menerima jilbab sebagai ekspresi kebebasan individu.
Terhadap pencabutan larangan jilbab di kepolisian kali ini, tidak muncul penentangan yang kuat.
Pencabutan larangan jilbab yang telah diterapkan sekitar 10 tahun itu merupakan bagian dari reformasi yang dilakukan pemerintah pimpinan AKP. Erdogan telah lama mengkampanyekan hak rakyat Turki untuk mengekspresikan keyakinan agama mereka secara terbuka, tapi dia menyatakan berkomitmen pada sekularisme.
Pada tahun 2010, universitas-universitas di negara itu mencabut larangan penggunaan jilbab.
Tiga tahun kemudian, perempuan diizinkan untuk memakai jilbab di lembaga-lembaga negara – dengan pengecualian peradilan, militer dan polisi.
Tahun itu, empat anggota parlemen mengenakan jilbab di parlemen.
Presiden Erdogan telah lama mengkampanyekan hak rakyat Turki untuk mengekspresikan keyakinan agama mereka secara terbuka, tapi dia menyatakan berkomitmen pada sekularisme.*