Hidayatullah.com—Jumlah migran yang diduga dipaksa menyeberangi Gurun Sahara dengan berjalan kaki oleh Aljazair sudah berkurang signifikan, kata salah satu lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa.
International Organization for Migration (IOM) menangani sekitar 10.000 orang yang ditelantarkan dekat perbatasan sebelah selatan Aljazair sejak September 2017.
Sebagian dari mereka ditinggalkan begitu saja oleh penyelundup manusia, sementara sebagian lain dicampakkan oleh otoritas Aljazair, kata IOM –klaim yang dibantah pemerintah Aljir.
Namun, sekarang jumlah migran yang diabaikan di Sahara berkurang jauh.
Seorang jubir IOM kepada BBC (13/7/2018) mengatakan bahwa jumlah migran yang tiba di perbatasan dengan Niger dan Mali turun signifikan, hanya “beberapa puluh” saja yang tiba di Gao, Mali, sejak akhir Juni.
Associated Press melaporkan bahwa pengusiran para migran hampir sepenuhnya dihentikan sejak isu tersebut mencuat. Namun, IOM memperingatkan bahwa detensi massal migran masih terus berlangsung.
Aljazair merupakan salah satu jalur lintasan migran menuju Mediterania, dan diperkirakan 100.000 orang melintasi teritorinya selama beberapa tahun terakhir, kebanyakan dari Afrika Barat.
Giuseppe Loprete, kepala misi IOM di Niger, pertama kali mengangkat isu ini lewat tulisannya di Medium pada bulan Mei.
Menurut Loprete, para migran dilepas sekitar 30km dari perbatasan dan disuruh berjalan kaki dalam kondisi temperatur sepanas 45C.
Jurnalis AP, Lori Hinnant, yang melaporkan perihal krisis itu pada bulan Juni, mengatakan kepada BBC bahwa rasa panas ketika berjalan di Gurun Sahara itu bisa dirasakan masuk dari sol sepatu, dan rasanya “paru-parumu seperti diiris-iris.”
Hampir semua orang yang diwawancarai jurnalis wanita itu mengaku “melihat orang-orang ambruk di sepanjang jalan.” Kata Hinnant, salah satu migran asal Mali bulan Mei lalu mengatakan kepada IOM bahwa perjalanan yang ditempuhnya seperti “berjalan melintasi neraka.”
Bulan Mei, Kementerian Luar Negeri Aljazair membantah laporan yang menyebutkan bahwa pihaknya terlibat dalam penelantaran migran di Gurun Sahara. Menurut kementerian, laporan itu dikarang dengan tujuan merusak citra pemerintah negaranya dan memperburuk hubungan mereka dengan negara-negara tetangga di selatan.
Aljazair mengatakan bahwa pihaknya mendeportasi migran ilegal setelah berkonsultasi dengan negara asal mereka dan melakukannya dengan sepenuhnya menghormati martabat manusia serta hak-hak mereka.*