Hidayatullah.com. Malam tadi pukul 22.40 WITA, Ahad, 15 Rabiul Akhir bertepatan dengan 15 Juni 2003, Allah memanggil pulang ruh Hartono Mardjono SH yang tengah dirawat di RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Jenazah diterbangkan pagi ini ke Jakarta, direncanakan tiba jam 10 WIB , untuk selanjutnya akan disemayamkan di rumah duka, Jalan Hidup Baru, Cipete, Kebayoran Baru, Jakarta, lalu dimakamkan bada Zuhur di pemakaman umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Pendiri dan Ketua Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang juga anggota Komisi II DPR-RI ini berada di kota Makassar sejak Jumat siang. Ia diundang ceramah oleh Panitia Seminar-Lokakarya Penegakan Syariat Islam dalam Perspektif Hukum Perdata, yang diselenggarakan oleh Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan. Menurut wartawan Hidayatullah, Ahmad Dani, almarhum yang bersama asistennya menginap di Hotel Sedona sarapan hanya sedikit nasi. Sabtu pagi, usai dibuka oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia Sulsel, KH Sanusi Baco, Lc, Almarhum menjadi penceramah pertama sampai tiba waktu Zuhur. Sehabis shalat Zuhur berjamaah Almarhum tetap menolak makan siang, dan langsung melanjutkan ceramah. Baru setengah jam bicara, tiba-tiba wajahnya pucat dan berkata, ..Saya mau pingsan ini.. Mikrofon diserahkannya kepada Azwar Hasan, Sekjen KPPSI yang sedang jadi moderator. Seketika itu juga ia tergeletak di kursinya, pingsan. Almarhum langsung dilarikan oleh Dani dan kawan-kawan ke RSAD Pelamonia. Namun keempat dokter ahli, diantaranya spesialis jantung, menyatakan peralatan di rumah sakit tentara itu tidak memadai untuk menangani kondisi Almarhum, yang sudah tak sadarkan diri. Nadinya sudah tidak terdeteksi. Dr Nur Bahri Nur, dosen FK Universitas Hasanuddin yang juga pengurus KPPSI, menyarankan Almarhum dipindahkan ke RSU Dr Wahidin Sudiro Husodo. Jam 15 tiba di Wahidin ia langsung dimasukkan Intensive Care Unit (ICU) Ruang VIP 2. Alhamdulillah, menurut Dani yang juga panitia seminar, bada maghrib sekitar jam 19.00 WITA Almarhum mulai siuman, dan merespon dengan kedipan mata. Isteri dan anak bungsunya, ditemani dokter pribadinya. Saya sudah melarang Bapak berangkat ke Makassar, tapi dia tetap bersikeras, kata isterinya, Ny Suhartini Hartono. Rupanya dua minggu sebelumnya, Almarhum baru menjalani operasi penembakan batu ginjal dengan laser. Baru istirahat beberapa hari, ia sudah langsung ikut rapat-rapat maraton membahas RUU Sisdiknas selama empat hari di DPR-RI. Selama siuman kembali, Almarhum melakukan shalat dengan isyarat sambil berbaring. Jam 7 pagi ketika dibezuk lagi oleh Dani, dia sudah bisa menjawab pertanyaan pendek-pendek. Sakit, katanya. Begitu juga saat dijenguk lagi pukul 8 malam. Perasaan saya sudah sangat lega melihat keadaan beliau, kata Dani. Tiba-tiba jam 22.40 WITA, Allah menentukan umurnya hanya sampai di situ. Inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun. Menurut Dokter Safir yang menanganinya, Almarhum wafat akibat serangan jantung. Semasa hidupnya, Almarhum pernah menjabat Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI, salah satu Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP), pendiri dan ketua Partai Bulan Bintang (PBB), serta pendiri dan ketua umum Partai Islam Indonesia (PII). Pada tahun 1995, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) ini mendirikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia. Badan ini menangani penyelesaian semua jenis sengketa perdata dengan syariat Islam. Polikus kelahiran Tegal, 17 Juli 1937 ini hadir di Makassar untuk memberikan pengarahan mengenai langkah-langkah pendirian badan yang sama di propinsi Sulsel. Menurut hasil jajak pendapat yang dilakukan Pemprov Sulsel sekitar dua bulan lalu, 91% warga propinsi itu menginginkan diberlakukannya syariat Islam. Almarhum yang pernah menerima anugerah Bintang Mahaputera Adi Pradana ini meninggalkan seorang istri dan lima orang anak.* wpr/shw.