Hidayatullah.com–Selain selalu mengorbankan jiwa, perang sering memakan korban pada anak. Terutama kejiwaan dan pendidikan mereka yang menjadi terlantar. Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis, (3/7/2003), kemarin, PB Pelajar Islam Indonesia (PII) mengusulkan pemerintah membentuk Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan anak. Terutama terhadap anak-anak korban perang di Aceh. Penegasan ini disampaikan Zulfikar, Ketum PB PII dalam diskusi yang bertema ‘Dampak Keamanan Terhadap Masa Depan Pendidikan dan Pelajar’. Diskusi yang diikuti oleh Letjen (purn) Kiki Syahnarki, Menko Kersa Yusuf Kalla itu diselenggarakn Komite Pelajar Peduli Aceh (KP2A) Pelajar Islam Indonesia (3/7/2003). Masih menurut Zulfikar, memberikan pendidikan jauh lebih penting daripada operasi militer dalam upaya menanamkan nasionalisme. “Kekejaman dalam perang bisa membuat anak-anak itu bergabung dengan gerakan bersenjata ketika sudah dewasa nantinya. Situasi belajar juga membuat gairah belajar menurun dan kekerasan menjadi perhatian keseharian anak-anak,” tambahnya. Bahkan Achmad Marzuki, anggota Komisi Nasional Perlindungan Anak dalam sesinya menyatakan perang sangat mempengaruhi kejiwaan anak-anak karena mereka menyaksikan kekerasan, pembunuhan, mendengar desingan peluru atau melihat korban keluarganya sendiri. “Akibatnya, pendidikan anak-anak tidak diperhatikan,” tegasnya. Dalam perang di Aceh pemerintah kurang memperhatikan perlindungan anak. Padahal anak-anak kata Marzuki dilindungi hukum humaniter maupun UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak menjadi acuan dalam konflik di Aceh. Perlindungan terhadap anak-anak bukan saja hanya soal mendapatkan sandang, pangan, dan papan tetapi juga harus mendapatkan hak hidup yang merdeka, yang jauh dari kekerasan dan brutalisme, serta pendidikan yang layak dan wajar. Sekolah Darurat Menteri Koordinator Bidang Kesra, Yusuf Kalla mengahrapkan semua sekolah darurat untuk anak-anak belajar lagi segera dibangun dan diperbaiki pada akhir bulan Juli ini. dengan demikian anak-anak sekolah yang gedung sekolahannya rusak atau dibakar dapat segera belajar kembali secara baik Menko Kesra menunjukkan data bahwa sampai Kamis hari ini jumlah sekolah yang rusak di Aceh mencapai 526 gedung dan berakibat sekitar 76 ribu murid tidak bisa sekolah. Masih menurut Yusuf Kalla, pemerintah menerapkan solusi dengan menampung anak-anak yang kehilangan sekolahnya itu di sekolah-sekolah terdekat yang masih bisa digunakan. Sisanya memanfaatkan tenda-tenda darurat dan tempat-tempat umum yang diubah menjadi sekolah darurat. Sementara itu, Letjen (purn) Kiki Syahnarki mengakui masih banyak kelemahan dalam pelaksanaan operasi terpadu yang masih berlangsung di Aceh itu. Ia menyebut banyak korban sipil, GAM maupun TNI. Tetapi Kiki mengingatkan tanpa keterpaduan yang sungguh-sungguh, solusi akhir dalam penyelesaian Aceh akan sulit dicapai. (Amz)