Hidayatullah.com–Ketua MPR Amien Rais menilai pengungkapan rencana teror merupakan langkah yang memang harus ditempuh oleh pihak intelijen, mengingat salah satu fungsi intelijen adalah fungsi preventif dan deteksi. Namun begitu Amien mengingatkan laporan itu hendaknya disertai bukti kuat. Kalau temuan tersebut diungkap kepada masyarakat internasional, saya kira tidak apa-apa. Karena masalah terorisme bukan lagi masalah regional maupun lokal, tetapi sudah menjadi masalah internasional, tegasnya. Hal tersebut diungkapkannya kepada wartawan di sela-sela acara Tingalan Jumenengandalem Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan (SISKS) Paku Buwono (PB) XII di Keraton Kasunanan Surakarta, Senin (29/9). Amien berharap intelijen Indonesia menjalin kerja sama dengan Australia Federation Police (AFP) dan intelijen dari negara lain. Namun dia menyesalkan hingga kini pemerintah Indonesia belum melaksanakan kerja sama di bidang intelijen tersebut dengan negara lain, seperti AFP, FBI maupun Scotland Yard. Ingatkan Ngruki Secara terpisah, Ketua Tim Pembela Muslim (TPM), M Mahendradatta SH, mengungkapkan data intelijen yang menyebutkan JI akan melakukan teror bom di Indonesia, harus diwaspadai. Menurutnya, data itu kemungkinan benar dan sengaja dibuat oleh pihak-pihak yang ingin memecahbelah umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Saya minta umat Islam di Indonesia, khususnya keluarga besar Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki Solo untuk waspada dan berhati-hati terhadap data intelijen itu. Saya khawatir, biasanya kalau sudah dilansir di media masa asing, itu bisa terjadi. Selalu yang tahu data intelijen adalah media asing terlebih dahulu, ujar Mahendradatta pada Solo Pos, Senin (29/9) kemarin. Menurutnya, teror bom sengaja dibuat karena upaya memojokkan umat Islam terhambat oleh penentangan-penentangan para tokoh masyarakat maupun ulama di Indonesia. Setiap ada penentangan, umat Islam selalu dijatuhkan mentalnya dengan kegiatan teror. Dia menduga, teror itu dilakukan oleh pihak-pihak yang terus menginginkan perpecahan di kalangan umat Islam. Dicontohkannya, sebelum terjadi peristiwa bom Bali pada Oktober 2002, sempat diungkap di media asing. Bom Bali dibuat saat simpati umat Islam terhadap pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Ustad Abu Bakar Baasyir, meningkat. Soalnya, tuduhan-tuduhan yang dilontarkan Singapura mulai dilecehkan. Jadi bom dibuat untuk mementahkan simpati masyarakat…. Sebelum terjadi peledakan bom di Hotel JW Marriott pun, ujar Mahendra, terjadi hal yang sama yakni terlebih dahulu dilansir media asing. Bom terjadi saat persidangan terhadap Ustad Baasyir mulai menemukan titik terang, saat yang bersangkutan tidak bersalah. Oleh karena itu untuk menyudutkan Ustad Basyir, dibuatkanlah bom Marriott. (SP)