Hidayatullah.com–Majelis Ulama Indonesia (MUI) mensinyalir sekitar 10.000 produk manufaktur atau 50% dari 20.000 yang beredar di Indonesia belum bersertifikat halal sehingga berpotensi merugikan konsumen muslim.
Total omzet dari peredaran produk-produk nonhalal secara nasional bahkan diperkirakan menembus US$5 miliar atau 50% dari total transaksi produk halal yang pada tahun lalu mencapai US$10 miliar.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan menyesalkan masih banyak ditemukan produk-produk manufaktur yang tak bersertifikat halal. Di sisi lain, katanya, MUI kesulitan dalam mengidentifikasi peredaran produk-produk impor dari berbagai negara karena jenis dan ragamnya mencapai puluhan ribu item.
"Mayoritas [peredaran produk nonhalal] itu didominasi oleh sektor makanan dan minuman olahan," ujarnya kepada Bisnis, seusai memberikan keterangan pers dalam The 2nd Indonesia International Halal Exhibition 2008, kemarin.
Atas dasar itu, MUI mendesak pemerintah segera mengesahkan UU Jaminan Produk Halal (JPH) pada tahun ini, mengingat implementasi sertifikasi halal sampai sekarang masih sebatas sukarela.
"Saya sudah bertemu Menteri Agama [Muhhamad Maftuh Basyuni] agar dipercepat implementasi halal dalam RUU yang baru. Ke depan [sertifikasi halal] diarahkan menjadi wajib," ujarnya.
Terkait dengan RUU JPH, lanjutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menunjuk empat menteri untuk memberikan masukan kepada DPR agar UU tersebut dapat segera dituntaskan tahun ini. Keempat menteri itu adalah Menperin, Menag, Mendag, dan Menteri Hukum dan HAM.
Implementasi pencantuman label halal yang masih bersifat sukarela itu dinilai mengandung banyak kelemahan sehingga berpotensi merugikan konsumen, sebab, setiap perusahaan bisa dengan seenaknya mencantumkan label halal tanpa mendapatkan persetujuan MUI.
Direktur Lembaga Pengawas dan Pemeriksa Obat dan Makanan (LP POM) MUI Muhammad Nadratuzzaman Hosen menambahkan, sampai akhir tahun lalu MUI telah menyertifikasi halal sekitar 20.000 produk lokal dan impor dari 2.800 perusahaan PMA dan PMDN.
Sertifikasi terbanyak pada 2007 dilakukan oleh perusahaan manufaktur China atau sekitar 51% yang terdiri dari 80 perusahaan.
"Produk-produk China yang meminta sertifikasi halal semakin agresif mengingat Indonesia dinilai memiliki sistem sertifikasi halal terbaik di dunia," kata Nadra.
Pusat produk halal
MUI mengharapkan tahun depan, Indonesia dapat menjadi pusat produk halal dunia karena besarnya potensi pasar berpenduduk muslim dan telah bersinerginya mekanisme sertifikasi halal Indonesia yang telah mendapat pengakuan dunia.
Pembentukan pusat produk halal itu memberi tugas bagi Indonesia menjadi pusat transaksi produk halal global dan pusat layanan sertifikasi halal internasional. "Rencana ini nantinya akan dikukuhkan dalam Global Halal Summit pada 4 – 6 November 2008."
Nadra menambahkan, negara-negara Islam dunia telah mengakui Indonesia sebagai satu-satunya negara yang memiliki sistem sertifikasi halal yang komprehensif. Pertama, adanya komisi fatwa dari unsur ulama. Kedua, tersedia para ahli sains yang kredibel.
"Pusat produk halal di satu sisi akan memberikan masukan pajak yang lebih besar kepada negara mengingat dunia sudah mengacu kepada sistem halal kita," katanya.
Berdasarkan data MUI, konsumen produk halal di dunia mencapai 1,6 miliar orang, 180 juta di antaranya dari Indonesia, 140 juta di India, 130 juta di Pakistan, 200 juta di Timur Tengah, dan 300 juta di Afrika.
Amidhan mengatakan berdasarkan nilai transaksi per tahun, konsumsi produk halal mencapai US$600 miliar dengan tingkat pertumbuhan 20%-30%.
"Omzet produk halal pada tahun ini kami perkirakan bahkan bisa mencapai US$2,1 triliun." [bi/hidayatullah.com]