Hidayatullah.com—Banyak pihak yang merasa khawatir bila RUU Jaminan Produk Halal (JPH) disahkan maka akan menganggu perekonomian Indonesia. Di dalam RUU itu dijelaskan bahwa pelaku usaha wajib memiliki sertifikasi halal, sementara tidak semua pelaku industri memiliki kemampuan untuk mengajukan sertifikasi halal.
Mananggapi hal ini, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim mengatakan kekhawatiran tersebut sangat berlebihan.
”Saya kira ini berlebihan. Jadi harus difahami bahwa halal itu merupakan custumer requirement (kebutuhan konsumen) yang harus dipenuhi. Permasalahannya adalah selama ini halal tidak pernah diangkat, seolah-olah halal itu adalah makhluk aneh,” kata Lukman saat ditemui hidayatullah.com di kantor LPPOM MUI, Bogor.
Indonesia, kata Lukman, merupakan negara yang mayoritas berpenduduk muslim terbesar di dunia. ”Ibarat kata, pembeli itu adalah raja. Produsen ikuti saja apa yang diingini konsumen Indonesia yang mayoritas muslim ini. Bagi umat Islam halal itu logis, tidak mengada-ada. Halal itu hak asasi umat Islam yang harus dijamin,” kata lelaki yang juga menjabat sebagai Presiden World Halal Council (WHC) ini.
Lukman menegaskan, halal itu sudah ada sejak zaman al-Qur’an. Isu halal bagi umat Islam bukanlah isu baru. ”Kalau Anda menganggap halal mengganggu perekonomian, berarti Anda menafikan halal. Kalau Anda sudah menafikan halal, berarti Anda menafikan hukum Islam!”
Kalau permasalahan bahwa mengurus sertifikasi halal itu dapat merepotkan pengusaha kecil, LPPOM MUI sudah memiliki solusinya. LPPOM sudah hadir di 29 provinsi di Indonesia. Bahkan bagi para UKM yang ingin memperoleh sertifikat halal tidak dikenakan biaya yang besar. UKM bisa mengajukan sertifikasi halal secara kolektif.
Menurut kabar yang diperoleh LPPOM, RUU JPH masuk agenda pembahasan DPR tahun 2010. ”Belum lama ini kami bertemu dengan tim dari DPR. Mereka meminta masukan dari kita,” kata Lukman. [syaf/hidayatullah.com]