Hidayatullah.com–Fraksi PKS DPR RI mencermati dua hal dari adanya Revisi UU ITE atas inisiatif dari pemerintah, yaitu Pasal 27 ayat (3) tentang Pencemaran Nama Baik dan Pasal 31 tentang Penyadapan (intersepsi).
Hal itu sebagaimana disampaikan Sekretaris Fraksi PKS Sukamta saat Rapat Kerja dengan Menkominfo Rudiantara dan Menkumham Yasonna Laoly, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakata Senin (14/03/206).
“Revisi UU ini haruslah ditujukan sebagai wujud penyempurnaan pengaturan yang tetap memperhatikan prinsip kebebasan berekspresi, namun tetap tunduk kepada batasan-batasan yang ditetapkan dalam undang-undang,” jelas Sukamta dalam rilisnya.
Dalam hal Pencemaran Nama Baik, Fraksi PKS menilai pasal tersebut perlu direvisi dengan jernih dan objektif karena dapat menimbulkan reaksi dari publik. Sukamta mencontohkan beberapa kasus, seperti kasus Prita Mulyasari, kasus sedot pulsa, kasus sedot data, kasus bocornya data nasabah perbankan, juga kasus guru honorer Mashudi, serta banyak kasus lain yang terjadi belakangan ini.
“Jangan sampai UU ITE pasal 27 ayat (3) ini menambah deretan korban lagi ke depannya,” jelas alumnus Doktoral dari University of Manchester, UK ini.
Fraksi PKS berharap Pasal Pencemaran Nama Baik di Revisi UU ITE dapat ditinjau ulang. Mengingat, soal Pencemaran Nama Baik juga sudah diatur di UU KUHP dan sedang dalam proses revisi di Prolegnas 2016.
“Saya mendorong agar hal ini diatur secara rigid dan tidak bersifat karet di KUHP agar tidak menimbulkan multitafsir yang berpotensi penyalahgunaan undang-undang untuk mengekang kebebasan berekspresi,” jelas Legislator PKS dari Dapil Yogyakarta ini.
Dalam hal Penyadapan, Fraksi PKS menilai aturan yang termuat dalam Revisi UU ITE yang menegaskan bahwa Penyadapan diatur dengan Peraturan Pemerintah, berpotensi melanggar HAM.
Oleh karena itu, Fraksi PKS meminta agar persoalan Penyadapan mengikuti Putusan MK Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, yang menyatakan bahwa pembatasan HAM melalui penyadapan harus diatur dengan undang-undang khusus tentang penyadapan guna menghindari penyalahgunaan wewenang yang melanggar HAM.
“Amanat ini juga sangat diperlukan untuk menyeragamkan praktik penyadapan yang juga diatur secara terpisah dalam Undang-undang Kepolisian RI, Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Undang-undang Intelijen Negara,” papar Sukamta.
Revisi ini muncul atas inisiatif dari pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika kepada Komisi I DPR RI yang mencakup pencemaran nama baik, intersepsi (penyadapan), penyidikan dan sanksi.*