Hidayatullah.com–Di zaman akhir saat ini, kaum Muslimin mendapat tantangan berat. Aspek halal-haram makin lama makin terkaburkan. Itulah salah satu poin penting yang disampaikan Dr. Adian Husaini dalam Kaafah (Kajian Aktual Al Falah) Spesial Milad ke-25 Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) pada Ahad (11/03/2012) di WTC Surabaya kemarin.
Menurut Adian, setiap Muslim harus senantiasa belajar memperkuat keimanan melalui kajian seperti Kaafah.
“Tidak bisa kita selalu berapologi dengan selalu mengatakan, wah saya ini kan orang awam. Coba saya tanya, sudah berapa tahun jadi donatur YDSF? Masak sudah 10 tahun jadi donatur masih saja mengatakan awam. Kita harus sekuat tenaga memegang teguh nilai-nilai yang telah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam,” tandas doktor bidang peradaban Islam ini.
Lebih lanjut, Adian mengingatkan bahwa halal-haram yang dalam Islam adalah harga mati.
“Karena jika sumbernya halal dan thayyib (baik) maka akan melahirkan keberkahan hidup. Salah satu bukti keberkahan adalah ketenangan hidup dan perasaan ridha. Jangan mengingkari sesuatu yang kita tahu pasti itu haram. Sebab, kita bisa tergolong menyembah selain Allah, karena menganggap halal sesuatu yang haram. Akui saja dan segera bertobat serta berusaha menjalani kehidupan yang lebih baik,” papar Kepala Program Studi Pendidikan Islam, Program Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor.
Kemudian Adian mengutip hadits Nabi yang artinya, “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan…” (HR. Bukhari-Muslim dari Nu’man bin Basyir ra).
Adian bercerita tentang pengalaman selama 7 tahun sebagai wartawan, termasuk di antaranya saat tugas rutin di Istana Presiden.
“Kata siapa jadi kaya atau jadi presiden itu enak. Dulu, saya sering bertemu Pak SBY dan beliau sering senyum saat menjabat Menko Polkam. Sekarang tidak lagi. Apalagi mau kenaikan BBM,” tutur pria asal Bojonegoro, Jawa Timur ini disambut gelak tawa 800-an donatur yang hadir.
Ia mengutip sebuah penelitian menarik, yang dilakukan seorang dokter yang juga menjabat direktur sebuah rumah sakit di Jakarta tentang keadaan pasien yang menjelang ajal.
“Beliau bilang ke stafnya agar menghubunginya kalau ada pasien yang sedang kritis jam berapapun itu,” ceritanya.
Hasil penelitiannya cukup mencengangkan. Ada tiga keadaan orang saat sakaratul maut. Pertama, dalam keadaan tenang. kedua, dalam keadaan resah, bahkan ada yang menjerit-jerit. Salah satu pejabat negara yang tidak disebut siapa, pernah mengalami ini. Ketiga, menggerak-gerakkan tangan.
Kemudian sang dokter berdiskusi dengan seorang ustadz tentang temuannya itu. Lalu didapatlah sebuah tafsiran terkait keadaan ke-3 yang mengacu surat Al Munafiqun ayat 10 (artinya), “Dan infaqkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, ‘Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?’
Di akhir penjelasannya, Adian mengapresiasi positif kampanye gerakan sadar zakat, infaq & shadaqah (ZIS) yang dilakukan YDSF ini. Sebab, para sahabat Nabi adalah orang-orang yang gemar shadaqah namun juga ikut aktif berjihad.
“Jadi mereka itu ya jihad yang sedekah. Ustman ra itu seminggu sekali membebaskan 10 budak, padahal 1 budak harganya mencapai 100 unta. Tapi beliau juga mendanai Perang Tabuk 1.000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1.000 dirham. Nilai ini sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Tak hanya itu, beliau merasakan bagaimana beratnya berjuang. Nah, ada baiknya YDSF mengajak para donatur terjun langsung berdakwah di pulau terpencil. Jadi selain ikut mendanai, ikut berjibaku bersama dai-dai di pelosok,” pungkasnya.*/Oki Haryono