Hidayatullah.com—Kamis (29/03/2012), siang Ketua Umum PP Muhammadiyah bersama tokoh-tokoh Islam dan kalangan LSM mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) guna mengajukan permohonan Judicial Review UU Nomor 22 tahun 2011 tentang Minyak dan Gas Bumi.
“Kami memiliki pandangan yang sama bahwa UU Migas membuka liberaliasi asing masuk dengan leluasa,” ujar Din Syamsuddin dalam pertemuannya dengan para hakim MK di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (29/3/2012).
Din menilai, UU Migas ini telah membuka liberalisasi kepada asing dan meruntuhkan kedaulatan Negara.
“Kami mencatat bahwa dunia permigasan Indonesia sampai 80 persen dikuasai Asing,” terang Din Syamsuddin.
Selain Din Syamsuddin ikut dalam aksi ini adalah mantan Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi, Mantan Menakertrans Fahmi Idris, politisi Ali Mochtar Ngabalin, Addie Massardi dan Dr Qutubi yang mewakili 30 pemohon lainnya. Ikut menggugat UU Migas sebanyak 12 ormas Islam.
Mereka berharap MK dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya sesuai dengan kepentingan rakyat dan UUD 1945.
“Kami datang mengadu karena kami tahu MK sebagai benteng terakhir dalam tegakkan konstitusi dan mencegah dampak sistemik dalam UU ini,” tutur Din Syamsuddin.
Mereka diterima Ketua MK Mahfud MD, mereka juga diterima oleh para hakim MK yaitu Harjono, Achmad Sodiki, Maria Farida, M Alim, Ahmad Fadhil dan Anwar Usman.
Usai mengajukan pendaftaran uji materi, acara ditutup doa oleh KH. Hasyim Muzadi. Dalam doanya, pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam berharap MK diberi hidayah dalam menguji materi pasal 28 ayat 2 No 22/2001 tersebut.
“Mari kita berdoa, semoga MK diberi hidayah dalam memutuskan uji materi tersebut,” kata Hasyim Muzadi di akhir pengajuan pendaftaran uji materi, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (28/3/2012).
Liberalisasi migas
Din Syamsuddin menjelaskan, pihaknya mendaftarkan gugatan UU Migas Pasal 1 Angka 19 dan 23, Pasal 3 Huruf b, Pasal 4 Ayat 3, Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 Ayat 2, Pasal 13, dan Pasal 44 karena dinilai aturan itu menjadi faktor penyebab dan pendorong liberalisasi pengelolaan migas.
Menurutnya, hal ini membuat negara menjadi runtuh dari segi ekonomi dan membuat dampak buruk berupa kerugian negara sebesar ratusan triliun serta tidak memiliki kedaulatan ekonomi.
Ia juga menyarankan agar harga BBM tidak diserahkan mekanisme pasar.*