Hidayatullah.com–Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi – Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) Sirikit Syah mengatakan, sebagai pilar keempat, pers Indonesia kini telah berpihak bahkan bisa dikatakan tendensius, bias, bahkan tak malu-malu menjadi corong propaganda politik.
Padahal, menurutnya, membangun kepercayaan publik dan reputasi terhadap sebuah media tidak mudah. Perlu waktu lama dan biaya mahal.
Hal itu, katanya, telah dikorbankan oleh para pemilik media demi kepentingan sesaat dan segolongan.
“‘Kegilaan’ ini melanda semua media, tak hanya yang ‘abal-abal’, tapi juga justru media mainstream, yang pengaruhnya lebih besar pada rakyat. Saya tidak heran kalau Aburizal Bakri dan Harry Tanoe korbankan medianya. Mereka bukan orang pers,” sebutnya.
“Yang saya heran orang yang jadi panutan kami di dunia pers selama ini: Dahlan Iskan, Surya Paloh, Jacob Oetama, Goenawan Mohamad… Ikut-ikutan mengorbankan kredibilitas dan reputasi medianya. Saya heran,” lanjutnya sembari menyebut nama-nama pemilik media mainstream di Indonesia.
Dia pun mengungkap, ada dalang besar yang kaya raya, yang sanggup menggelontorkan dana kepada media-media besar untuk mengusung salah satu capres.
“Ambisi berlebihan seperti ini justru patut dicurigai,” pesannya mewanti-wanti tanpa menyebut dalang yang dimaksud.
Boleh Tidak Netral, Asal
Media massa sebenarnya boleh saja bersikap tidak netral. Asalkan, kalau menurut Herry, jika sudah menyangkut suatu nilai dan kebenaran. Yang dimaksud adalah ideologi dan syariat bagi umat Islam, misalnya.
“Keberpihakannya itu kan ke sana, nilai perjuangan, nilai aqidah. Ada kebenaran, kebenaran berita,” jelasnya.
Sementara soal dukung-mendukung capres-cawapres saat ini, menurut Herry, bukan perjuangan syariat.
“Siapa yang berani mengatakan kedua calon (kandidat pilpres 2014) ini memperjuangkan syariat. Kalau sudah menyangkut perjuangan syariat, itu baru bisa dikatakan benar,” ujarnya.
Menurutnya, isu memperjuangkan syariat hanya diusung oleh para pendukung kandidat. Selebihnya, kata dia, platform para capres soal syariat tidak ada.
Sedangkan menurut Amran, media boleh berpihak asal sebatas tajuk rencana. “Kalau berita ya jangan (berpihak),” ujarnya.
Amran mencontohkan pada Pemilu 2008 di Amerika Serikat, ketika capres Barack Obama bertarung dengan John McCain. Saat itu, yang Amran lihat, sejumlah media seperti The New York Times dan The Washington Post menyatakan dukungannya kepada Obama.
“Tapi tidak ada satu berita pun yang mereka berpihak (ke Obama), itu hanya ada di tajuk rencana tadi. (Media) berpihak tidak masalah, tapi seperti yang dilakukan The New York Times tadi,” ujar Amran.