Hidayatullah.com–Dalam penerbangan jarak jauh dengan menggunakan maskapai penerbangan komersial, para penumpang akan mendapat fasilitas makan. Setiap maskapai memiliki aturan yang berbeda soal makanan. Bagi penumpang Muslim tentu harus mengonsumsi makanan yang halal.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam Sholeh memiliki pengalaman soal makanan halal di beberapa maskapai penerbangan internasional.
Misalnya saat Niam melakukan perjalanan Jakarta-Shanghai (Tiongkok) belum lama ini dengan menggunakan maskapai Garuda Indonesia GA 894. “Saat jam makan pagi tiba, saya disajikan terlebih dulu special request MOML (Moslem Meal). Saya tidak tahu kenapa Garuda Indonesia ikut pola SQ Airlines, Qantas, dan maskapai lain yang menyediakan menu eksklusif dengan tanda MOML, juga vegetarian?” Kata Niam kepada hidayatullah.com baru-baru ini.
Dengan pola ini, jelas Niam, kemudian bisa dipahami dengan logika terbalik, jika di luar makanan bertanda MOML tidak dijamin halal.
“Hal berbeda dengan Malaysia Airlines, Saudia, Qatar, dan sejenisnya yang secara umum (keseluruhan) menyajikan menu halal, yang layak dikonsumsi untuk semua penumpang, baik Muslim maupun yang bukan,” jelas Niam berkisah.
Niam tidak habis pikir kenapa Garuda Indonesia yang merupakan maskapai penerbangan dari negeri mayoritas Muslim ini menggunakan cara pikir terbalik dalam pelayananannya. Kendati demikian, Niam tetap memberikan apresiasi usaha Garuda Indonesia.
Sesampai di Bandara Pudong Shanghai, Niam melanjutkan perjalanan menuju Langzhou dengan maskapai penerbangan domestik China Eastern.
“Lamanya penerbangan 3,5 jam. China, seperti kita tahu, sangat akrab dengan pork (babi). Sehingga memilih menu harus ekstra hati-hati. Saya bersiap puasa sepanjang hari karena saya berpikir akan susah cari menu yang menenangkan hati,” ungkap Niam
Ternyata di dalam pesawat Airbus yang berisi kurang lebih 140 penumpang, yang mayoritas penduduk lokal, Niam dikejutkan dengan menu makanan yang dibagikan.
“Pramugari dengan pakaian sangat sopan dan ramah membagikan dua boks makanan, satu snack dan roti, satunya ditawarkan, ayam dan nasi atau mie. Saya terkejut, karena seluruh menu yang dibagikan pada penumpang, tertulis dengan besar-besar “Halal”; Islamic Food, di bungkusnya,” kata Niam.
Makanan itu, lanjut Niam, dibagikan kepada seluruh penumpang baik itu penumpang Muslim atau bukan.
“Orang China yang jadi penumpang pun makan dengan lahap, tanpa protes dan resisten akan ada ‘Islamisasi’ atau meneriakkan isu sektarian,” tegas Niam.*