Hidayatullah.com—Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sebaiknya bisa menata dan merapikan pembantunya untuk berfokus pada kerja, bukan membuat kegaduhan politik.
Bukankah bangsa ini sepakat bahwa keputusan MK adalah funal dan mengikat.
“Ada baiknya Jokowi-JK menata orang-orang dan pembantu di sekitarnya supaya memberikan masukan-masukan yang betul-betul urgen dan prioritas. Mengindari hal-hal yang menimbulkan kegaduhan politik dan sosial,” demikian disampaikan anggota Komisioner Hak Asasi Manusia (HAM), Maneger Nasution, Senin (24/11/2014).
Pernyataan ini disampaikan Maneger menanggapi Rencana pemerintah Joko Widodo (Jokowi) melalui Kementerian Agama (Kemenag) yang sedang menyiapkan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama sekaligus siap mencabut Undang-Undang No. 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. [Baca: Soal Penghapusan UU Penodaan Agama, Jokowi Harus Tolak Intervensi Asing]
Menurutnya, Kabinet Kerja di bawah Presiden Jokowi-JK sebaiknya lebih produktif fokus pada kerja, dan penyelesaian kasus berat di masa lampau.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kementerian Agama Machasin mengatakan beberapa poin yang tertera dalam UU atau Penodaan Agama mesti dicabut maupun direvisi.
“Sebagaimana diputuskan MK (Mahkamah Konstitusi), pencabutan atau revisi atas UU tersebut itu akan dibuat jika sudah ada penggantinya,” Machasin dikutip Republika Online (ROL), Ahad (23/11/2014).
Hari Jumat, lembaga Amnesty International (AI) yang berfokus pada isu HAM dan kebebasan beragama, mendesak pemerintahan Joko Widodo menghapus Undang-Undang Penodaan Agama.
“Undang-Undang Penodaan Agama di Indonesia menantang hukum dan standar-standar hukum internasional,” ujar Direktur Riset Asia Tenggara dan Pasifik Amnesty International Rupert Abbott, dalam konferensi pers di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2014).*