Hidayatullah.com– Setiap tanggal 22 Oktober telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai Hari Santri.
Seiring peringatan itu, Kementerian Agama (Kemenag) akan meneguhkan komitmennya, untuk terus memberikan perhatian dan pemberdayaan santri dan pondok pesantren.
Apalagi, santri diakui selalu berdiri pada garda terdepan dalam komitmen integritas keislaman dan keindonesiaan.
“Militansi keagamaan (keislaman) dan kebangsaan (Indonesia) berpadu menjadi satu, tidak terpisahkan. Itulah jiwa dari seorang santri,” ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas Setjen Kemenag, Mastuki, melalui siaran persnya diterima hidayatullah.com di Jakarta, Sabtu (22/10/2016).
Kemenag pun mengajak umat untuk memperjuangkan Islam dan Indonesia sebagai satu kesatuan yang padu.
Menurutnya, umat Islam di Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai luhur keindonesiaan, serta menegakkan jati diri bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengutip pernyataan mantan Menteri Agama KH Saifuddin Zuhri, Mastuki mengatakan, para santri adalah anak-anak rakyat. Sehingga, mereka amat paham tentang arti kata rakyat.
Santri dinilai paham benar tentang kebudayaan rakyat, keseniannya, agamanya, jalan pikirannya, cara hidupnya, semangat, dan cita-citanya. Serta paham akan suka-dukanya, nasibnya, dan segala liku-liku hidup rakyat.
Sebagai anak-anak dari rakyat, maka para santri lahir dari sana, demikian mereka hidup dan lalu mati pun di sana pula.
Pengakuan Pemerintah atas Santri
Dijelaskan, penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri tertuang dalam Keputusan Presiden RI Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Hari Santri, ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 15 Oktober 2015.
Hari santri dideklarasikan langsung oleh Presiden Jokowi di Masjid Istiqlal, Jakarta, 22 Oktober tahun lalu.
Mastuki mengatakan, penetapan Hari Santri merupakan wujud pengakuan pemerintah atas perjuangan dan kiprah kalangan ulama serta santri pondok pesantren.
Baik dalam konteks merebut kemerdekaan, mempertahankan, maupun mengisi pembangunan republik ini.
Menurutnya, penetapan Hari Santri mencerminkan hubungan antara negara dan umat Islam, khususnya kalangan pesantren, yang semakin baik dan saling menguntungkan.
Pesantren dipahami sebagai komunitas masyarakat yang sangat produktif dalam membangun bangsa di satu sisi.
Demikian juga pada sisi yang lain, pemerintah harus merapatkan barisan untuk dapat memberikan perhatian konkret kepada dunia pondok pesantren. [Baca juga: Santri Bisa Menjadi Duta Lawan Propaganda Terorisme]*