Hidayatullah.com– Laporan awal Tim Misi Pencari Fakta (fact finding mission) Dewan HAM PBB mengenai genosida Rohingya di Myanmar direspons oleh Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi.
Indonesia, kata dia, mencatat dengan baik hasil laporan awal itu. Dia sudah bisa memperkirakan isi laporan itu yang mengungkap tingkat krisis kemanusiaan di sana sangat memprihatinkan.
“Krisis kemanusiaan harus segera dihentikan. Jaminan keamanan, penyiapan pemukiman dan kehidupan normal di Rakhine State (Arakan, Red) sudah tidak dapat ditunda. Repatriasi harus segera diimplementasikan.
Para pengungsi Rakhine yang berada di Bangladesh memiliki hak untuk kembali ke Rakhine State secara bermartabat dan dapat memulai kehidupan yang normal.
Masyarakat internasional harus terus mendorong Myanmar untuk dapat melakukan perubahan di Rakhine State,” tegas Menlu dalam keterangan persnya yang disampaikan Juru bicara Menlu, Arrmanatha Nasir, kepada hidayatullah.com, Jumat (31/08/2018).
Baca: Indonesia Perlu Kawal Terus Temuan PBB soal Genosida Rohingya
Sudah saatnya bagi Pemerintah Myanmar, seru Menlu, untuk bersungguh-sungguh mengimplementasikan semua komitmen yang sudah dibuat dan menindaklanjuti berbagai rekomendasi dan temuan komisi yang dibentuknya.
Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia semua masyarakat di Arakan, termasuk minoritas Muslim, kata dia, adalah tanggung jawab Pemerintah Myanmar dan harus ditegakkan secara konsisten dan inklusif.
Untuk itu, diperlukan komitmen politik yang kuat dari Pemerintah Myanmar untuk menyelesaikan masalah.
“Berbagai MoU dan pembentukan Komite/Komisi tidak akan membantu memperbaiki situasi apabila tidak terdapat komitmen dan tekad kuat untuk menjalankannya,” ucapnya.
Menlu menuturkan, setelah hampir dua tahun sejak lingkaran kekerasan pertama terjadi, tidak banyak kemajuan yang dicapai di Arakan.
“Semua pihak memahami kompleksitas isu dan proses reformasi yang masih berlangsung di Myanmar. Namun demikian, kompleksitas isu tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk membiarkan krisis terus berlangsung,” kata dia.
Dia menyampaikan, Indonesia adalah salah satu negara pertama yang sudah berada di Myanmar dan Bangladesh pada saat lingkaran kekerasan terjadi di Arakan pada tahun 2016.
Indonesia katanya juga merupakan negara yang sangat aktif menjalin komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan internasional yang memiliki perhatian terhadap tragedi kemanusiaan di Arakan, termasuk almarhum Kofi Annan dan Sekjen PBB.
Baca: Laporan Terbaru: Militer Myanmar Bunuh 24 Ribu Etnis Rohingya
Pesan Indonesia kepada Pemerintah Myanmar sangat jelas. Indonesia telah mengusulkan formula 4+1 kepada Pemerintah Myanmar. Yakni; pertama, pentingnya segera diciptakan stabilitas dan keamanan; Kedua, menahan diri dan tidak menggunakan kekerasan; Ketiga, perlindungan terhadap semua orang, tanpa melihat latar belakang etnik dan agama; dan keempat, akses terhadap bantuan kemanusian; serta +1. Implementasi rekomendasi laporan Kofi Annan.
“Pesan tersebut sangatlah jelas. Indonesia berkeyakinan, jika elemen dari Formula 4+1 dijalankan, maka tragedi kemanusiaan dapat ditangani dan kondisi Rakhine State semakin baik,” ujarnya.
Selain itu, tambahnya, Indonesia telah mencoba memainkan peran sebagai “bridge builder“. Indonesia juga mencoba berkontribusi dalam penanganan krisis kemanusian, dengan berbagai bantuan baik ke Myanmar maupun ke Bangladesh.* Andi