Hidayatullah.com– Meski sederhana, majalah dinding (mading) di pesantren ternyata menyimpan sejarah dalam perjalanan menulis kebanyakan santri.
Berawal dari kebiasaan menulis diari, membaca sobekan koran atau potongan majalah, hingga aktif menjadi pengurus mading atau kelompok jurnalistik santri.
Hal itu terungkap dalam acara bedah buku Santri Menulis dan Nawaitu Menulis yang diadakan oleh PENA (Penulis Muda Indonesia), satu komunitas santri penggemar literasi dan jurnalistik, baru-baru ini.
Acara digelar di Aula Pendidikan Ulama Zuama (PUZ) Balikpapan, Kalimantan Timur, dengan menghadirkan Abdul Ghofar Hadi (Penulis buku Catatan Kaki Santri), Masykur (Penulis buku Nawaitu Menulis), dan A Syakur (Editor buku Santri Menulis).
Serangkai dengan Silaturahim Nasional (Silatnas) Hidayatullah 2018 lalu, PENA juga ikut meramaikan dengan berbagai kegiatan. Di antaranya, Munas PENA, Silatnas PENA, dan bedah buku tersebut.
Hadir memberi sambutan beda buku, Sekretaris Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah (YPPH) Balikpapan Abu A’la Al-Maududi.
Selain bertutur soal isi buku dan berbagi pengalaman menulis masa santri, secara bergantian pemateri juga memberi motivasi tentang pentingnya menulis dan manfaat yang didapatkan.
Para santri juga didorong untuk rajin menulis dan membaca. Bagi yang selama ini sudah rutin melakukan itu, didorong agar meningkatkan kualitas dan kuantitasnya.
Di hadapan tujuh puluh santri peserta khusus peminat jurnalistik, Abdul Ghofar mengawali dengan bercerita pengalaman mendampingi santri ikut kompetisi mading tingkat Provinsi Kaltim.
Singkat kata, meski minim pengalaman dan fasilitas, tapi tim yang diasuhnya dari santri Madrasah Aliyah Raadhiyatan Mardhiyyah Putra (MARAMA) Balikpapan justru meraih juara satu Lomba Mading se-Kalimantan Timur, waktu itu, tahun 2005 yang digelar salah satu surat kabar terbesar di Kaltim.
“Ini bukti sederhana, kalau santri itu bisa apa saja. Sebab mereka punya modal percaya diri dan kreativitas tinggi, termasuk dalam urusan menulis,” ucap Abdul Ghofar pada acara yang dimoderatori M Dinul Haq, alumnus Universitas Islam Madinah.
Baca: Santri PRISTAC Bedah Buku Fatih Madini “Mewujudkan Insan dan Peradaban Mulia”
Sama dengan dua pemateri sebelumnya, Masykur juga rupanya adalah aktivis mading di masa nyantri. Bahkan saking gokilnya, ia pernah menyulap sebelah dinding lemarinya sebagai Mading Mandiri alias pribadi.
“Iseng saja sebenarnya. Cuma itu menyenangkan,” kenangnya tersenyum.
Soal motivasi, hal berbeda disebut Syakur dalam paparannya. Santri asal Balikpapan itu justru mengaku tidak pernah bercita-cita jadi penulis atau wartawan sebelumnya.
Lazimnya santri, ia menikmati lingkungan pesantren begitu saja. “Saya juga sama dengan kalian, suka briejing dan nebeng,” ujarnya menyebut dua istilah asing kebiasaan santri yang populer di pesantren itu.
“Cita-cita saya sejak dulu ingin berguna bagi agama dan bangsa,” ucapnya diplomatis. “Itulah yang bikin saya menikmati apa saja yang diamanahkan,” tutur pemrakarsa mading di zaman santrinya dulu.
Untuk diketahui, PENA lahir dari diskusi di grup media sosial (medsos), 10 September 2015 lalu. Mereka merasa gelisah akan fenomena medsos sekaligus potensi santri sebagai satu elemen anak bangsa. Secara resmi komunitas literasi ini didirikan di Jakarta dan dideklarasikan di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat.
Baca: Ingin Membangun Bangsa, Komunitas PENA Santri Terbentuk
“Alhamdulillah, buku “Santri Menulis” adalah karya perdana PENA dalam bentuk buku. Selebihnya ada ratusan tulisan anggota PENA yang tersebar di berbagai media cetak dan online,” paparnya selaku Sekjen PENA Pusat.
“Ibarat alinea, buku ini adalah paragraf pertama. Mohon doanya agar paragraf-paragraf berikutnya, lahir secepatnya” tutupnya memohon doa.
Dalam Silatnas dan Munas tersebut, PENA juga melakukan pergantian dan penunjukan kepengurusan pusat.
Ketua PENA periode pertama, 2015-2018, Masykur, digantikan oleh Imam Nawawi sebagai Ketua PENA periode berikutnya.
Sejumlah anggota senior PENA pun diangkat menjadi pengurus pusat sekaligus Koordinator di berbagai daerah. Antara lain Jabodebek, Jatim, Sulsel, Kaltim, dan NTT, menyusul daerah-daerah lainnya pada kesempatan selanjutnya.
Prosesi Munas pertama PENA digelar di kampus Hidayatullah Gunung Tembak pada 25 November 2018, dihadiri anggota PENA dari berbagai daerah di Indonesia. Bedah buku itu berlangsung pada 8 Desember lalu.
Rangkaian acara bertema “Penulis Muda Hidayatullah Berkhidmat untuk NKRI” ini didukung oleh BMH, LPPH Gunung Tembak, STIS Hidayatullah, Sekolah Menengah Hidayatullah (SMH), dan Hidayatullah.com.* Abu Jaulah