Hidayatullah.com– Alumni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) – YLBHI mendesak penyelenggara Pemilihan Umum agar menjalankan pemilu dengan jujur dan adil, serta sesuai demokrasi dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) untuk memastikan bertindak adil, dan tegas serta transparan terhadap semua jenis pelanggaran pemilu dan memastikan suara rakyat sebagai representasi kedaulatan rakyat terlindungi,” ujar perwakilan Alumni LBH – YLBHI Abdul Fickar Hadjar kepada hidayatullah.com Jakarta, Ahad (12/05/2019) dalam siaran persnya.
Fickar menyatakan, tegas dan transparannya para penyelenggara pemilu penting dilakukan untuk menghindari prasangka negatif adanya kecurangan dalam proses pemilu.
“Hal ini penting pula untuk memastikan demokrasi kita bukan demokrasi formalistik melainkan demokrasi yang substansial yang diwujudkan dengan berjalannya pemilu yang Jurdil,” sambungnya.
Ia mengatakan, demokrasi adalah pilihan politik Indonesia sebagai bangsa, dimana pemilihan umum secara langsung adalah pilihan untuk menegaskan kedaulatan ada di tangan rakyat, sehingga pemerintahan yang terbentuk adalah pemerintahan yang mendapatkan legitimasi kuat dari rakyat. Ini sejalan dengan Konstitusi UUD 1945 sebagai aturan hukum tertinggi bangsa Indonesia.
“Sebagai sistem demokrasi, maka setiap kontestan pemilu sebaiknya siap untuk menerima kekalahan dan bersikap legowo, dan tidak menunjukkan luapan kegembiraan yang berlebihan bagi yang menang, dan akan lebih baik lagi jika bagi pemenang kontestasi pemilu akan lebih menyiapkan diri untuk menerima amanat kedaulatan rakyat dan memastikan tidak korupsi,” ujarnya.
Alumni LBH-YLBHI juga berharap kepada pihak yang kecewa terhadap pemilu agar menempuh langkah-langkah yang konstitusional, langkah-langkah hukum yang telah disepakati dalam penyelesaian setiap pelanggaran, dan sengketa dalam semua tahapan pemilu.
“Tindakan penyelesaian di luar sistem pemilu hanya akan mencederai tatanan demokrasi yang sedang kita bangun, untuk lebih maju ke depan, lebih baik dan lebih bermartabat. Namun demikian jika rakyat ingin menyatakan pendapatnya, tak perlu dan tidak tepat diancam sebagai tindakan makar,” ujarnya.
Oleh karena itu, kami berharap semua pihak agar mengedepankan hukum dan prinsip-prinsip demokrasi, serta melindungi hak-asasi manusia, sebagai komitmen bersama untuk kemajuan Indonesia yang lebih baik lagi.
Alumni LBH-YLBHI pun berharap evaluasi menyeluruh sistem pemilu serentak penting untuk dilakukan demi nilai-nilai demokrasi, kerukunan dan kedamaian kehidupan berbangsa dan bernegara di masa yang akan datang.
“Kami mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya para petugas pemilu, aparat keamanan yang menjaga proses pemilu dan semua pihak yang turut terlibat dalam proses pemilu serentak, mereka para pahlawan demokrasi, dan sudah seharusnya mereka mendapatkan penghargaan terbaik dari negara dan mendapatkan perlindungan dan kepastian bagi ahli warisnya” ungkap pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti ini.
Alumni LBH-YLBHI menyatakan, merespons situasi sosial, politik dan hukum akhir-akhir ini setidaknya dapat digambarkan, bahwa adanya polarisasi politik yang menguat sebagai akibat pemilu serentak yang menjadikan masyarakat terbelah.
Juga adanya gejala represifitas aparat kepada elemen masyarakat, tokoh yang tidak sejalan dengan pemerintah. Kemudian, menurutnya berkembang adanya isu kudeta, makar, dan lain-lain sebagai respon atas kekecewaan pemilu.*