Hidayatullah.com– Alumni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) – YLBHI meminta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto agar tidak menambah keruh dan kacaunya penegakan hukum terkait situasi politik saat pasca Pemilu 2019.
Oleh karena itu, Alumni LBH – YLBHI mengharapkan Wiranto membatalkan pembentukan Tim Asistensi Hukum sebagaimana Keputusan Menkopolhukam No 38 Tahun 2019.
“Hal ini penting untuk memastikan tidak adanya intervensi pemerintah dalam penegakan hukum, apalagi sangat bersinggungan dengan proses pemilu,” ujar perwakilan Alumni LBH – YLBHI Abdul Fickar Hadjar kepada hidayatullah.com Jakarta, Ahad (12/05/2019) dalam siaran persnya.
Fickar yang juga pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti ia mengatakan, cukuplah serahkan persoalan hukumm pada profesionalisme penyidik Polri, ataupun mekanisme Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu).
“Karena walau bagaimanapun selaku Menkopolhukam memiliki posisi dan peran yang struktural di bawah presiden, untuk keamanan dan ketertiban. Karenanya akan menambah prasangka negatif adanya intervensi pemerintah dalam penegakan hukum kepada pihak lawan politiknya,” jelasnya.
Selain itu, Alumni LBH – YLBHI juga meminta kepada aparat kemanan khususnya Polri, agar bertindak profesional dan menghargai hak asasi manusia serta menghargai hak atas kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
“(Aparat agar) tidak bersikap dan bersifat represif kepada masyarakat, atau bahkan intimidatif kepada masyarakat, yang menyampaikan pendapatnya, yang menyampaikan sikap politiknya yang berbeda dengan pemerintah, sesuai koridor hukum yang berlaku,” ujar Fickar.
Sebelumnya, Menkopolhukam Wiranto resmi menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 38 Tahun 2019 tentang Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam. SK yang berisi susunan anggota dan tugas Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam itu diterbitkan dan ditandatangani Wiranto pada tanggal 8 Mei 2019.
Diketahui dalam SK itu bahwa tugas Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam meliputi tiga hal. Yaitu, pertama, melakukan kajian dan asistensi hukum terkait ucapan dan tindakan yang melanggar hukum pasca-pemilihan umum serentak tahun 2019 untuk menentukan dapat tidaknya dilakukan upaya penegakan hukum.
Kedua, memberikan rekomendasi kepada aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kajian hukum sebagaimana hasil kajian dan asistensi hukum sesuai kewenangan.
Ketiga, menyampaikan perkembangan pelaksanaan tugas tim kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan selaku Ketua Pengarah.
Dalam SK itu, Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam dapat melibatkan para tokoh dan pakar hukum serta organisasi profesi hukum untuk ikut serta berpartisipasi dalam memberikan saran dan masukan.
Mengenai masa tugas, dinyatakan bahwa Tim Asistensi Hukum Kemenko Pohukam bertugas sejak 8 Mei hingga 31 Oktober 2019.
Adapun pertimbangan pembentukannya, masih dalam SK itu, Tim Asistensi Hukum disebut merupakan tindak lanjut dari rapat koordinasi khusus (rakorsus) tingkat menteri terkait permasalahan hukum pascapemilu di Kantor Kemenkopolhukam pada 5 Mei 2019.
Rakorsus menilai perlu pembentukan tim untuk mengkoordinasikan dan memberikan asistensi hukum mengenai pemasalahan hukum pada pemilu tahun 2019.
Pada SK itu, Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam bisa melibatkan para tokoh dan pakar hukum serta organisasi profesi hukum untuk ikut serta berpartisipasi dalam memberikan saran dan masukan.
Sedangkan sejumlah aturan yang disebut menjadi dasar pembentukan Tim Asistensi Hukum Kemenkopolhukam, yakni UU Nomor 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana; UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu; Peraturan Presiden Nomor 43/2015 tentang Kemenkopolhukam; dan Peraturan Menkopolhukam Nomor 4/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenkopolhukam.*