Hidayatullah.com– Anggota Dewan Pengarah di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof Mahfud MD, menyebut narasi ‘kecurangan adalah bagian dari demokrasi’ tidak melanggar hukum.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini, pelanggaran terjadi saat narasi itu diikuti dengan ajakan untuk melakukan kecurangan.
Mahfud menulis pendapatnya tersebut lewat akun Twitternya, @mohmahfudmd, Ahad (23/06/2019), menanggapi unggahan warganet yang menampilkan gambar slide dengan tulisan ‘kecurangan (a)dalah bagian dari demokrasi’.
“Kalau hanya bilang begitu (kecurangan adalah bagian dari demokrasi, red) tidak melanggar hukum. Yang melanggar hukum adalah kalau mengajak melakukan kecurangan.
Di buku-buku ilmu politik memang selalu ditulis bahwa kecurangan banyak terjadi di dalam demokrasi, bahkan dikatakan bahwa etika politik itu hanya ada di bangku kuliah. Itu abstraksi fakta,” sebut Mahfud yang dikenal sebagai ahli hukum tata negara ini menanggapi slide di Twitter itu pantauan hidayatullah.com pada Ahad malam.
Baca: Di Sidang MK, Caleg PBB Ungkap Pelatihan Saksi TKN Ajarkan Kecurangan
Diketahui, slide tersebut awalnya dipaparkan caleg Partai Bulan Bintang (PBB), Hairul Anas Suaidi, dalam kesaksiannya sebagai saksi dari kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada persidangan sengketa Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (20/06/2019) dinihari.
Dalam kesaksiannya, Hairul mengaku menjadi utusan PBB untuk ikut Training of Trainer (ToT) saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf. Pelatihan tersebut diadakan di Hotel El Royal, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada 20-21 Februari 2019 lalu.
Hairul Anas mengungkap pelatihan untuk saksi Pemilu 2019 yang digelar oleh Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin mengajarkan untuk melakukan kecurangan.
“Saya adalah caleg dari Partai Bulan Bintang yang merupakan pendukung Paslon 01, kemudian saya ditugaskan hadir dalam pelatihan saksi (TKN tersebut),” ungkap Hairul Anas pada sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang ketiga tersebut.
Baca: Saksi 02 Ungkap Ketidaknetralan Kepala Daerah Jateng hingga Ancaman Preman
Pada kesaksiannya, dalam pelatihan yang digelar beberapa bulan sebelum pemungutan suara di Jakarta itu, Anas mendapatkan materi pelatihan kecurangan bagian dari demokrasi. Materi yang disajikan dirasa mengagetkan dan membuatnya merasa tidak nyaman dalam mengikuti pelatihan tersebut.
Keponakan mantan hakim MK Prof Mahfud MD ini mencontohkan mengenai pengerahan aparat untuk kemenangan salah satu pasangan calon yang menurutnya tak sesuai dengan prinsip demokrasi.
“Terlebih lagi menunjukkan gambar orang, tokoh, pejabat, kepala daerah yang diarahkan untuk memberikan dukungan logistik untuk salah satu paslon, ini mengganggu saya hingga pada akhirnya saya membantu 02,” ungkap Anas.
Baca: Saksi 02 Ungkap Ketidaknetralan Kepala Daerah Jateng hingga Ancaman Preman
Kemudian, kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW), bertanya kepada Anas apakah dalam pelatihan terdapat materi untuk memenangkan jutaan suara.
Anas menjawab tidak terlalu detail untuk itu, tetapi hanya strategi pemilu dan cara kampanye, misalnya agar paslon 01 menang, paslon 02 diidentikkan dengan ideologi “ekstrem” dan “radikal”.
BW pun menanyakan apakah diksi yang digunakan dalam pelatihan berkaitan dengan “ekstrem” dan “radikal” sengaja dipakai untuk menjadi bagian pemenangan.
“Diksi antibineka, khilafah memang diselipkan banyak. Memang berbau isu di media sosial, saya rasa materi-materi itu,” ungkap saksi.*