Hidayatullah.com– Persaudaran Muslimin Indonesia (Parmusi) akan menyelenggarakan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) ke-2 di periode ini, dirangkai dengan peringatan Milad ke-17 pada 1-4 Oktober 2016 mendatang.
Ketua Umum Parmusi, Usamah Hisyam mengungkapkan, salah satu tujuan utama mukernas tersebut yakni ingin menegaskan paradigma baru yang diusung Parmusi.
Ia mengatakan, selama ini Parmusi hanya berkutat dalam ranah politik praktis. Namun, dalam masa kepemimpinannya, Usamah menyebut ingin membawa Parmusi ke arah paradigma baru.
“Kita ingin merajut persatuan umat untuk membangun bangsa, melalui paradigma baru Parmusi sebagai Connecting Moslem,” ujarnya saat konferensi pers di Parmusi Center, Jakarta, Selasa (20/09/2016).
Usamah beralasan, selama berkiprah dalam politik, organisasinya justru belum mampu memberikan jawaban terhadap persoalan keumatan.
Ia menjelaskan, dalam kajian di Parmusi, setidaknya umat Islam masih dihadapi dengan 3 persoalan mendasar. Yaitu kebodohan, kemiskinan, dan perpecahan.
“Pada Muktamar III di Batam sebelumnya, orientasi kami hanya politik, tapi kita evaluasi ternyata ini tidak memberikan jawaban atas tiga hal tadi,” jelasnya.
“Kita cari solusi, akhirnya fokus upaya menjalin ukhuwah Islamiyah melalui empat bidang, yakni berbasis dakwah, sosial, ekonomi, dan pendidikan,” sambung Usamah.
Sementara itu, Ketua OC Mukernas II Parmusi, Juffa Shadik menambahkan, mukernas yang akan digelar di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, tersebut mengusung tema “Merajut Persatuan Umat Membangun Bangsa”.
Shadik menyatakan, mukernas diperkirakan akan dihadiri sebanyak 1.000 undangan, terdiri dari para pengurus Parmusi tingkat wilayah dan daerah serta simpatisan. Rencananya, kata dia, turut hadir dalam perayaan milad di hari pertama, Wakil Presiden Jusuf Kalla.
“Akan hadir juga sebagai pembicara di antaranya, Mendikbud, Ketua DPR, dan Pak Abu Rizal Bakrie.
Termasuk rangkaian acara pendukung seperti ToT Workshop Dakwah, Parmusi Award, penghargaan untuk masjid dan mushalla yang ada di mal-mal di Jakarta, lomba cipta puisi Qur’ani, dan sebagainya,” pungkas Shadik menutup.*